Pendidikan Kewarganegaraan
Kumpulan materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Sabtu, 11 Januari 2014
Tinjauan Yuridis Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan
Pembunuhan merupakan kejahatan
yang termasuk dalam pelanggaran HAM berat atau genosida. genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisikatau mental yang berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan
kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya;
melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa
anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.[1]
Pembunuhan secara terminologi
berarti perkara membunuh, atau perbuatan membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP
pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain. Tindak pidana
pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai
dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak
dikehendaki oleh Undang-undang. Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang
kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab
XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350. Bentuk
kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain ini dapat berupa sengaja
(dolus) dan tidak sengaja (alpa). Kesengajaan adalah suatu perbuatan
yang dapat terjadi dengan direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan.
Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya niat yang diwujudkan
melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai.
Hukuman pembunuhan sengaja dalam
KUHP berfariasi berdasarkan pada unsur apakah pembunuhan itu telah direncanakan
lebih dahulu, atau pembunuhan itu karena atas permintaan korban atau karena
ketakutan terhadap suatu keadaan yang menimpa diri pelaku.
Dari berapa jenis pembunuhan
sengaja tersebut, yang dikenakan hukuman berdasarkan pasal 340, 341, 342, 344
dan 346 KUHP yaitu hukuman mati hukuman penjara seumur
hidup atau hukuman penjara dua puluh tahun
sampai hukuaman penjara empat tahun. Berat
ringanya hukuman pidana pembunuhan dari pasal-pasal tersebut tergantung pada
latar belakang (motif) pelaku pidana pembunuhan. Tidak semua pembunuhan sengaja
dikenakan hukuman mati atau seumur hidup. Hukuman mati dijatuhan hanya atas
tindak pidana pembunuhan karena rencnakan terlebih dahulu dan dilakukan secara
sistimatis, kemudian Hukuman pembunuhan semi sengaja (kesengajaan keinsyafan
kepastian).
Hukuman
pembunuhan kesengajaan keinsyafan kepastian dikenakan pada pelaku pidana
penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk melukai
korban, dan menyadari bahwa dari perbuatan penganiayaannya itu bisa dapat
mengakibatkian kematian. Hukuman atas pelaku pidana pembunuhan
akibat penganiayaan yang direncakan lebih dahulu diancam pidana penjara paling
lama sembilan tahun (Pasal 353 KUHP), penganiayaan berat hukuman
penjara paling lama sepuluh tahun (Pasal 354 KUHP), dan penganiyaan berat yang
direncanakan terlebih dahuluh yang mengakibatkan kematian diacam pidana penjara
paling lama lima belas tahun (Pasal 355 KUHP).
Serta
Pembunuhan tidak sengaja (kesengajaan keinsyafan kemungkinan). Hukuman
pembunuhan kesengajaan keinsyafan kemungkinan dikenakan atas pelaku pidana
pembunuhan karena kesalahan, kelalaian atau kealpaan. Seperti pengendara
mobil atau motor menabrak orang di lalu lintgas jalan raya. Pengendara tidak
dikenakan unsur kesengjaan tetapi dekenakan unsur kelalaian. Hukuma bagi pelaku
pidana pembunuhan karena unsur kesalahan atau kelalaian atau kealpaan dikenakan
ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurangan paling
lama satu tahun (Pasal 359 KUHP).
Kecenderungan Pelanggaran HAM dalam Pandangan Hukum
Hak asasi manusia merupakan terjemahan dari Human Rights (inggris) atau Droit de I Thomme (prancis) atau Menselijke Rechten (belanda) yaitu
artinya hak asasi manusia.Indonesia menggunakan istilah hak asasi atau hak
dasar manusia. Kemudian hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam
kehidupan masyarakat. [1] .Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.[1] Miriam Budiarjo (1989:120) Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia yang secara kodratnya melekat pada diri manusia sejak manusia dalam kandungan yang membuat manusia sadar akan jatidirinya dan membuat manusia hidup bahagia. Setiap manusia dalam kenyataannyalahir dan hidup di masyarakat. Dalam perkembangan sejarah tampak bahwa Hak Asasi Manusia memperoleh maknanya dan berkembang setelah kehidupan masyarakat makin berkembang khususnya setelah terbentuk Negara. Kenyataan tersebut mengakibatkan munculnya kesadaran akan perlunya Hak Asasi Manusia dipertahankan terhadap bahaya-bahaya yng timbul akibat adanya Negara, apabila memang pengembangan diri dan kebahagiaan manusia menjadi tujuan.Berdasarkan penelitian hak manusia itu tumbuh dan berkembang pada waktu Hak Asasi Manusia itu oleh manusia mulai diperhatikan terhadap serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh Negara. Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan kewajiban dasar manusia. Hak secara kodrati melekat dan tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena tanpanya manusia kehilangan harkat dan kemanusiaan. Oleh karena itu, Republik Indonesia termasuk pemerintah Republik Indonesia berkewajiban secara hokum, politik, ekonomi, social dan moral untuk melindungi, memajukan dan mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia. Macam-Macam Hak Asasi Manusia adalah Hak asasi pribadi / personal Right antara lain Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat, Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapan, Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan, Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing Kedua Hak asasi politik / Political Right antara lain Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan, Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan, Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya, danHak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi. Ketiga Hak azasi hukum / Legal Equality Right diantaranya Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns, dan Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum. Keempat Hak azasi Ekonomi / Property Rigths antara lain Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli, Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak, Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll, Hak kebebasan untuk memiliki susuatu dan Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kelima Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights antara lain Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan dan Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum. Keenam Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right antara lain Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan, Hak mendapatkan pengajaran dan Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Adapun dasar dari semua hak asasi ialah bahwa
manusia harus memperoleh kesemparan untuk berkembang sesuai dengan bakar dan
cita-citanya. Hak Asasi Manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Oleh karena hak
asasi manusia merupakan hak dasar yang secara otomatis didapat oleh seseorang
sedari ia terlahir di dunia , maka hak ini bisa dikatakan tidak dapat diganggu
gugat dan dilanggar. karena pada dasarnya semua orang yang hidup memang berhak
memilikinya dan orang lain tidak dapat melanggarnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang dalam hal ini tercantum pada pasal 27 sampai dengan 34
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara terkadang ditemukan fakta-fakta atau kejadian yang
menunjukkan adanya kecenderungan pelanggaran hak asasi manusia. Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang
masih banyak yang belum terselesaikan dan tuntas sehingga diharapkan
perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang melibatkan tokoh penegakkan hak asasi
manusia juga telah mengundang kontrofersi masyarakat Indonesia. Kecenderungan
pelanggaran hak asasi manusia terjadi bukan hanya dikarenakan adanya kesempatan
namun ada faktor tertentu yang mendukung
kecenderungan hal ini bisa terjadi. Oleh karena itu sebagai warga negara yang
baik kita seharusnya menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa
membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Makalah ini akan memperdalam pengetahuan kita tentang HAM dan kaitan antara HAM
dan Negara Hukum. Hukum dan HAM
merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah
peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. Hukum dan HAM juga dapat dimaknai
sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat
kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan hukumlah yang
terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan. Konsepsi hukum dan HAM
dapat dilacak secara teologis berupa relativitas manusia dan kemutlakan Tuhan.
Konsekuensinya, tidak ada manusia yang dianggap menempati posisi lebih tinggi,
karena hanya satu yang mutlak dan merupakan prima facie, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Semua manusia memiliki
potensi untuk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak
dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua
pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikiran yang
mengklaim sebagai benar secara mutlak, dan yang lain berarti salah secara
mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan kemanusiaan dan ketuhanan.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.[1] Miriam Budiarjo (1989:120) Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia yang secara kodratnya melekat pada diri manusia sejak manusia dalam kandungan yang membuat manusia sadar akan jatidirinya dan membuat manusia hidup bahagia. Setiap manusia dalam kenyataannyalahir dan hidup di masyarakat. Dalam perkembangan sejarah tampak bahwa Hak Asasi Manusia memperoleh maknanya dan berkembang setelah kehidupan masyarakat makin berkembang khususnya setelah terbentuk Negara. Kenyataan tersebut mengakibatkan munculnya kesadaran akan perlunya Hak Asasi Manusia dipertahankan terhadap bahaya-bahaya yng timbul akibat adanya Negara, apabila memang pengembangan diri dan kebahagiaan manusia menjadi tujuan.Berdasarkan penelitian hak manusia itu tumbuh dan berkembang pada waktu Hak Asasi Manusia itu oleh manusia mulai diperhatikan terhadap serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh Negara. Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan kewajiban dasar manusia. Hak secara kodrati melekat dan tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena tanpanya manusia kehilangan harkat dan kemanusiaan. Oleh karena itu, Republik Indonesia termasuk pemerintah Republik Indonesia berkewajiban secara hokum, politik, ekonomi, social dan moral untuk melindungi, memajukan dan mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia. Macam-Macam Hak Asasi Manusia adalah Hak asasi pribadi / personal Right antara lain Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat, Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapan, Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan, Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing Kedua Hak asasi politik / Political Right antara lain Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan, Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan, Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya, danHak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi. Ketiga Hak azasi hukum / Legal Equality Right diantaranya Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns, dan Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum. Keempat Hak azasi Ekonomi / Property Rigths antara lain Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli, Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak, Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll, Hak kebebasan untuk memiliki susuatu dan Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kelima Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights antara lain Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan dan Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum. Keenam Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right antara lain Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan, Hak mendapatkan pengajaran dan Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Rabu, 08 Januari 2014
Pembangunan Nasional
DEFINISI
PEMBANGUNAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Pembangunan adalah
sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan
terencana. (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan
(development)
adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik,
ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan
budaya (Alexander 1994).
Pembangunan
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses
perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Portes (1976)
Pembangunan nasional adalah usaha peningkatan kualitas
manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan
perkembangan global.
Pembangunan nasional menurut ahli :
Pembangunan nasional dapat diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. (Menurut Deddy T. Tikson (2005)
Multikulturalisme Indonesia (Pendidikan Multikultur)
NAMA :
EVI MERIANI
NPM :
1113032020
KELAS :
GENAP / B
PS :
PPKn FKIP UNILA
DASAR EPISTEMOLOGI
PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL
Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya akan
keragaman budaya, ras, dan bahasa. Negara ini memiliki segudang kekayaan alam maupun
keindahan kehidupannya yang berbudaya dan multikultural. Untuk itulah
pendidikannya harus disesuaikan dengan keadaan bangsa Indonesia yang sangat
beragam ini. Kebijakan yang diambil mengenai pendikannya haruslah sesuai dengan
tujuan pendidikan yang sebenarnya untuk menciptakan sumber daya manusia yang
kompeten, berakhlak mulia, serta mampu bersosialisasi dalam kehidupan nyata,
dan menciptakan kehidupan bermasyarakat yang rukun, toleransi, saling
menghargai, dan saling menghormati satu sama lain.
Banyak faktor yang mempengaruhi Indonesia sebagai negara
yang multikultur, diantaranya adalah faktor geografis. Apabila dilihat secara
geografisnya Indonesia berada di jalur persilangan transportasi laut yang ramai
dan strategis. Karenanya banyak bangsa-bangsa pedagang singgah ke Indonesia
sekadar untuk berdagang. Bangsa-bangsa tersebut seperti Arab, India, Portugis,
Spanyol, Inggris, Jepang, Korea, Cina, Belanda, Jerman, dan lain-lain. Kesemua
bangsa tersebut mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Persinggahan ini
mengakibatkan masuknya unsur budaya tertentu ke negara Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari masuknya bahasa Inggris, bahasa Belanda, agama Islam, Nasrani,
Hindu, dan Buddha. Kedua, faktor bentuk fisik Indonesia. Berdasarkan struktur
geologisnya, Indonesia terletak pada bagian dimana terdapat pertemuan antara
tiga lempeng benua. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang terdiri
dari ribuan pulau. Masing-masing pulau memiliki ciri fisik masing-masing yang
tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Dengan begitu masing-masing daerah
memiliki perkembangan yang berbeda-beda pula. Ketiga faktor Faktor Sejarah
Indonesia. Di mata dunia, Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur. Segala
sesuatu yang diperlukan semua bangsa tumbuh di Indonesia. Misalnya, palawija
dan rempahrempah. Oleh karena itu, Indonesia menjadi negeri incaran bagi bangsa
lain. Sejak tahun 1605 bangsa Indonesia telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa
lain yaitu Portugis, Belanda, Inggris, Cina, India, dan Arab. Kesemua bangsa
tersebut datang dengan maksud dan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, mereka
tinggal dan menetap dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini menjadikan
Indonesia memiliki struktur ras dan budaya yang makin beragam.
Untuk itu, dalam dunia pendidikan pendidikan
multikultural menjadi salah satu cara untuk meluruskan cara pandang bahwasanya
kita sebagai individu merupakan milik suatu kelompok, nasional, agama, budaya
dan etnik. Tetapi terlepas dari itu kita juga haruslah menyadari bahwasanya
kita memiliki satu tujuan pokok, atau bisa dikatakan memiliki kesamaan tujuan
yakni menciptakan kehidupan yang rukun, saling menghargai dan saling
menghormati satu sama lain sebagai individu milik sebuah bangsa yaitu bangsa
Indonesia. Dalam sebuah sekolah misalnya, pastilah terdapat berbagai macam suku
bangsa, agama, budaya dan etnik serta ras yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
pertanyaannya adalah bagaimana menciptakan kehidupan yang selaras dan
menjunjung persatuan dengan berbagai perbedaan yang ada ini?
Tentu salah satu jawabannya yang dapat dijadikan cara
mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan adanya pendidikan multikultural. Pada
dasarnya, akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan
yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam
konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu
ideologi yang disebut multikulturalisme, menurut Parsudi Suparlan (2002). Multikulturalisme
adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan
pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung
keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia.
Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di
antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang
multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung
dalam memperjuangkan ideologi ini. Multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang
mengagungkan perbedaaan budaya atau sebuah keyakinan yang mengakui dan
mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi
perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam
masyarakat yang multikultural.
Andersen dan Custer (1994) mengatakan bahwa pendidikan
multikultural adalah pedidikan mengenai keragaman budaya. Sedangkan Musa Asy’ari juga menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Pendapat lain yang datangnya dari Prudence
Crandall mengatakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang
memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik
dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya
(kultur).
Pendidikan multikultur ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman mengenai multikulturalisme dan bagaimana sepatutnya seseorang atau
individu sebagai pemilik suatu agama, budaya dan etnik tertentu bisa menempatkan
dirinya sebagai individu yang tidak hanya hidup sendiri tetapi hidup bersama
dengan individu lain yang berasal dari latar belakang yang berbeda dari
dirinya.
Paradigma pendidikan multikultur sangatlah cocok untuk
dikembangkan di Indonesia, karena pendidikan multikultur sangat relevan untuk
diterapkan di negara yang multikultural seperti Indonesia. Hal inilah yang
mendasari adanya pendidikan karakter yang bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai perilaku atau karakter belajar yang
meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Mahaesa, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Insan kamil adalah
insan sempurna sebagai manusia yang bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungan
masyarakat, bangsa, dan agamanya di tengah keragaman kehidupan. Karena input
pendidikan yang beragam haruslah kita terima sebagai sesuatu yang wajar
mengingat indonesia adalah bangsa yang plural. sebaliknya otuput pendidikan
haruslah ideal dengan cara membentuk tujuan bersama.
Masyarakat
dan kebudayaannya pada dasarnya merupakan tayangan besar dari kehidupan
bersama antara individu-individu manusia yang bersifat dinamis. Pada masyarakat
yang kompleks memiliki banyak kebudayaan dengan standar perilaku yang berbeda
dan kadangkala bertentangan, perkembangan kepribadian individu pada masyarakat ini
sering dihadapkan pada model-model perilaku yang suatu saat diimbali sedang
saat yang lain disetujui oleh beberapa kelompok namun dicela atau dikutuk oleh
kelompok lainnya, dengan demikian seorang anak yang sedang berkembang akan
belajar dari kondisi yang ada, sehingga perkembangan kepribadian anak dalam
masyarakat majemuk menunjukkan bahwa pola asuh dalam keluarga lebih berperan
karena pengalaman yang dominan akan membentuk kepribadian, satu hal yang perlu
dipahami bahwa pengalaman seseorang tidak hanya sekedar bertambah dalam proses
pembentukan kepribadian, namun terintegrasi dengan pengalaman sebelumnya,
karena pada dasarnya kepribadian yang memberikan corak khas pada perilaku dan
pola penyesuaian diri, tidak dibangun dengan menyusun suatu peristiwa atas
peristiwa lain , karena arti dan pengaruh suatu pengalaman tergantung pada
pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya. Masalah yang biasanya dihadapi oleh
masyarakat majemuk adalah adanya persentuhan dan saling hubungan
antara kebudayaan suku bangsa dengan kebudayaan umum lokal, dan dengan
kebudayaan nasional
Bagaimana pembelajaran multukultural ini bisa menjadi
pembelajaran yang efektif adalah tergantung bagaimana proses penyampaian dan
pelaksanaan pembelajaran tersebut untuk dapat diterima dan dicerna serta dapat
diaplikasikan oleh peserta didik secara nyata dalam kehidupan sehari-sehari.
Metode pembelajaran yang efektif menjadi sangat berpengaruh dalam upaya
mewujudkan tujuan ini. Misalnya dengan metode-metode tertentu seperti siswa
bekerja secara kelompok atau belajara dengan suasana yang menyenangkan.
Sehingga tujuan pembelajaran akan menunjukkan hasil atau output sumber daya
manusia yang memiliki nilai-nilai karakter yang diharapkan. Pada dasarnya
metode pembelajaran yang aktif adalah metode pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai centre atau peran utama dalam proses pembelajaran. Gurur hanya
berperan sebagai fasilitator yang tidak boleh mendominasi proses pembelajaran
karena seharusnya siswalah yang lebih banyak berperan sehingga mereka dapat menemukan
informasi, dan menemukan pengetahuan itu sendiri.
Terkadang banyak sekali guru yang hanya menggunakan
metode ceramah dalam proses pembelajaran sehingga menciptakan suasana yang
monoton sehingga siswa justru merasa bosan dengan suasana belajarnya. Hal-hal
seperti inilah yang menghambat upaya peningkatan keberhasilan proses
pembelajaran dalam pendidikan multikultural. Walaupun dalam setiap pembelajaran
tidak lepas dari metode ceramah tetapi metode ceramah ini tidak boleh
mendominasi kegiatan pembelajaran itu sendiri. karena pendidikan multikultural
adalah pembeajaran yang menyangkut kehidupan sosial masyarakat maka prakteknya
akan berhubungan langsung dengan kehidupan sosial. Siswa akan diajarkan untuk
berfikir secara luas dan terbuka akan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda dengan
kebudayaan dimana mereka berasal dan bagaimana untuk dapat menerima serta
menghargainya.
Dalam pendidikan multikultural, siswa dipandang sebagai
seseorang atau individu milik suatu kelompok, nasional, agama, ras, budaya dan
etnik tertentu. Manusia
sebagai makhluk individu artinya manusia sebagai makhluk hidup atau makhluk
individu maksudnya tiap manusia berhak atas milik pribadinya sendiri dan bisa
disesuaikan dengan lingkungan sekitar. Manusia individu adalah subyek yang
mengalami kondisi manusia. Ini diikatkan dengan lingkungannya melalui indera
mereka dan dengan masyarakat melalui kepribadian mereka, jenis kelamin mereka
serta status sosial. Setiap individu yang memiliki agama, busaya dan etnik
tertentu pastilah memiliki cara pancang, pola berfikir dan perilaku yang khas
sesuai ciri tempatnya berasal karena telah dibentuk dengan kebudayaan atau
kebiasaan tempat asalnya menjadi manusia atau individu yang memiliki pola yang
sesuai daerahnya.
Dengan begitu akan terlihat
jelas dalam sebuah kelas yang isinya adalah individu-individu yang mengelompok
dalam satu kelompok tetapi memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Sebagai
contoh siswa yang berasal dari daerah pesisir pantai atau daerah pegunungan
pastilah memiliki pola yang khas sesuai ciri geografis tempat asalnya yang
berhubungan dengan pola tingkah lakunya. Misalnya volume suaranya dalam
berbicara sedikit lebih kencang dibandingkan dengan siswa yang berasal dari
pemukiman padat. Hal ini dikarenakan pola geografis sebuah daerah mempengaruhi
pembawaan karakter pada siswa.
Dari hal-hal yang seperti
inilah terlihat bahwa akan ada pola pemikiran, dan cara pandang yang sangat
beragam dari masing-masing individu yang akan bertemu dalam proses
pembelajaran. Begitupun dengan siswa sebagai individu milik agama. Dengan
adanya perbedaan agama maka aka nada pula jalan berfikir masing-masing yang
tidak serta merta dapat disatukan. Pada dasarnya semua ajaran agama adalah
kebaikan dan larangan untuk melakukan kejahatan. Oleh karena itu agama apapun
intinya adalah kebaikan. Mengenai perbedaan dalam agama, dalam masyarakat
multikultural seperti bangsa Indonesia haruslah memiliki rasa toleransi dan
saling menghargai untuk menjaga perstuan dan kesatuan serta keutuhan bangsa dan
negara.
Dalam pendidikan
multikultural akan diajarkan bagaimana seorang individu sebagai milik agama
harusnya bersikap dan bersosialisasi untuk hidup bersama secara harmonis antara
satu dengan yang lainnya. Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi di Indonesia
berkaitan dengan perbedaan agama. Contohnya perang antar desa yang berbeda
keyakinan. Hal seperti inilah yang akan merusak kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. Perbedaan agama tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk memecah
belah bangsa ini. Kekerasan, pelecehan, sangat tidak dibenarkan apalagi
mengatasnamakan agama dan agama dijadikan sebagai tameng belaka. Dalam
pendidikan multikultural, hal-hal semacam ini akan diantisipasi dengan adanya
pendidikan karakter yang akan membentuk karakter peserta didik menjadi yang
seharusnya. Begitupun indovidu sebagai milik suatu kelompok, etnis dan budaya.
Dalam
konteks membangun masyarakat multikultural, selain berperan meningkatkan mutu
bangsa agar dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa
lain, pendidikan juga berperan memberi perekat antara berbagai perbedaan di
antara komunitas kultural atau kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang
budaya berbeda-beda agar lebih meningkat komitmennya dalam berbangsa dan
bernegara. Jenis perekat yang dipakai ialah pembangunan karakter dan semangat
kebangsaan .
Dalam
hal ini, karakter kebangsaan merupakan pengembangan jati diri bangsa Indonesia
yang (pernah) dikenal sebagai bangsa yang ramah, sopan, toleran, dan
sebagainya. Sedangkan semangat kebangsaan adalah keinginan yang amat mendasar
dari setiap komponen masyarakat untuk berbangsa. Karakter dan semangat
kebangsaan seperti itu akan berkembang, baik secara natural maupun kultural,
menuju tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam
konteks semangat kebangsaan, bangsa itu adalah satu dan tidak
terpisah-pisahkan. Persatuan dan kesatuan merupakan konsekuensi logis
pengembangan jati diri dan keinginan mendasar untuk berbangsa. Dalam konteks
semangat kebangsaan, tiap komponen bangsa memiliki kedudukan, hak dan kewajiban
sama. Etnis Melayu memiliki kedudukan yang sama dengan etnis Cina dan
etnis-etnis lain; suku Aceh memiliki hak yang sama dengan suku Sunda dan
suku-suku lain; demikian pula pemeluk agama Islam mempunyai kewajiban yang sama
dengan pemeluk agama Katolik dan agama-agama lain dalam menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Semua komponen bangsa mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban
yang sama untuk mengembangkan bangsa.
Pendidikan dan masyarakat multikultural itu memiliki
hubungan yang bersifat timbal balik. artinya, kalau pada satu sisi pendidikan
memiliki peran yang signifikan untuk membangun masyarakat multikultural maka di
sisi yang lain masyarakat multikultural dengan segala karakternya itu memiliki
potensi yang signifikan untuk memberhasilkan fungsi dan peranan pendidikan pada
umumnya.
Hal itu berarti bahwa penguatan di satu sisi secara
langsung maupun tidak langsung akan memberikan penguatan pada sisi yang lain.
Penguatan terhadap pendidikan, misalnya dengan memperbaiki sistem, meningkatkan
efisiensi, mengefektifkan kegiatan belajar, dsb, akan menambah keberha-silan
dalam membangun masyarakat multikultural. Di sisi lain penguatan terhadap
masyarakat multikultural, yaitu dengan mengelola potensi yang dimilikinya
secara benar akan menambah keberhasilan fungsi dan peranan pendidikan pada
umumnya. Implikasinya, dilakukannya penguatan pada kedua sisi secara simultan
akan memberikan hasil yang optimal, baik dari sisi peranan pendidikan maupun sisi
pembangunan masyarakat multikultural.
Dalam epistemologi pendidikan multikultural, pada
dasarnya hal ini adalah mengenai bagaimana cara pandang pendidikan
multikultural terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. ilmu pengetahuan adalah
sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa
yang bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat
tentang sesuatu. Dengan kata lain, definisi kata ilmu yaitu sesuatu yang
didapat dari kegiatan membaca dan memahami benda-benda maupun peristiwa.
Pendidikan multikultural secara inhern sudah ada sejak bangsa Indonesia ini ada. Falsafah bangsa
Indonesia adalah bhineka tunggal ika, suka gotong royong, membantu, dan
menghargai antar satu dengan yang lainnya.betapa dapat dilihat dalam potret
kronologis bangsa ini yang sarat dengan masuknya berbagai suku bangsa asing dan
terus berakulturasi dengan masyarakat pribumi. Proses adaptasi dan akulturasi
yang berlangsung diantara suku-suku tersebut dengan etnis yang datang kemudian
itu, ternyata sebagianbesar dilakukan dengan damai tanpa adanya penindasan yang
berlebihan. Prosesinilah yang dikenal dengan pendidikan multikultural. Hanya
saja model pendidikan multikultural ini semakin tereduksi dengan adanya kolonialisasi
di bibidang ploitik, ekonomi, dan mulai merambah ke bidang budaya dan peradaban
bangsa.
Pendidikan multikultural memberikan secerah harapan dalam
mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Pendidikan
multikultural, adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai,
keyakinan, heterogenitas, pluralitas dan keragaman, apapun aspeknya dalam
masyarakat. Dengan demikian, pendidikan multikultural yang tidak menjadikan
semua manusia sebagai manusia yang bermodel sama, berkepribadian sama, berintelektual
sama, atau bahkan berkepercayaan yang sama pula.
Pendidikan multikultural menentang pendidikan yang
beroreintasi bisnis. Pada saat ini, lembaga pendidikan baik sekolah atau
perguruan tinggi berlomba-lomba menjadikan lembaga pendidikannya sebagai sebuah
institusi yang mampu menghasilkan income
yang besar. Dengan alasannya, untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada peserta didik. Padahal semua orang tahu, bahwa pendidikan yang
sebenarnya bagi bangsa Indonesia bukanlah pendidikan keterampilan belaka,
melainkan pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis kecerdasan.yang sering
dikenal dengan nama kecerdasan ganda.
Pendidikan multikultural sebagai resistensi fanatisme
yang mengarah pada berbagai jenis kekerasan. Kekersan muncul ketika saluran kedamaian
sudah tidak ada lagi. Kekerasan tersebut sebagai akibat dari akumulasinya
berbagai persoalan masyarakat yang tidak diselesaikan secara tuntas dan saling
menerima. Ketuntasan penyelesaian berbagai masalah masyarakat adalah prasyarat
bagi munculnya kedamaian. Fanatisme yang sempit juga bisa meyebabkan munculnya
kekerasan. Dan fanatisme ini juga berdimensi etnis, bahasa, suku, agama, atau
bahkan sistem pemikiran baik di bidang pendidikan, politik, hukum, ekonomi,
sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Dengan demikian Pendidikan
multikultural merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi
sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi
lain pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktifitas
pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian
terhadap orang-orang non eropa. (Ainurrafiq: 2003:24).
Sebelum membahas tentang epistemology pendidikan
multikultural, terlebih dahulu akan kita bahas mengenai pengertian epistemology
terlebih dahulu. Epistemologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme, yang berarti pengetahuan
(knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi menurut arti katanya,
epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuanEpistemologi
adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau
sah berlakunya pengetahuan itu. (Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal.
61).Epistemologi atau Filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat
yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai
filsafat pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan
kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat
pengetahuan.
Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek
material dari epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah
hakikat pengetahuan itu. Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat
dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh
setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca
indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Pengetahuan
didapati oleh manusia dengan berbagai tahap. Tidak serta merta ada begiru saja.
Setelah epistemology, maka selanjutnya adalah pengetahuan
atau ilmu pengetahuan. lmu
pengetahuan adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara
sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah
produk dari epistemologi. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu
banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Objektif. Ilmu harus memiliki objek
kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya,
tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau
mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga
disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek
penunjang penelitian.
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara
umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada
metode ilmiah. Sistematis. Dalam perjalanannya
mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu
sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah
kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua
segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat.
Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan
manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu
sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Pengetahuan manusia dimulai dari rasa ingin tahu manusia
itu sendiri. Rasa ingin tahu ini sudah dimiliki manusia sejak kecil. Banyak
cara untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Anak yang belum dapat bertanya
senang mencoba-coba hal yang tidak diketahuinya. Sebagai contoh, anak kecil
senang memasukan barang-barang ke dalam mulutnya hanya untuk memuaskan rasa
ingin tahunya. Di tahap selanjutnya anak-anak akan banyak bertanya contohnya
“itu apa ?”, “ini bagaimana?” itu hal yang lumrah dilewati oleh manusia untuk
pengembangan diri. Rasa ingin tahu tersebut akan terpuaskan bila diperoleh
pengetahuan yang dia pertanyakan dengan hal yang benar. Pengetahuan dapat
diperoleh kebenarannya dari dua pendekatan, yaitu pendekatan non-ilmiah dan
ilmiah. Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni akal sehat,
intuisi, prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis.
Akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagian
konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep
merupakan kata yang dinyatakan abstrak dan dapat digeneralisasikan kepada
hal-hal yang khusus. Akal sehat ini dapat menunjukan hal yang benar, walaupun
disisi lainnya dapat pula menyesatkan. Kerlinger (1973, h. 3) . kedua
adalah intuisi yakni penilaian terhadap suatu pengetahuan yang cukup cepat dan
berjalan dengan sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat tanpa melalui proses
yang panjang tanpa disadari. Dalam pendekatan ini tidak terdapat hal yang
sistemik.
Ketiga adalah prasangka, yakni Pengetahuan yang dicapai
secara akal sehat biasanya diikuti dengan kepentingan orang yang melakukannya
kemudian membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi terlalu luas dan
menyebabkan akal sehat ini berubah menjadi sebuah prasangka. Dan yang terakhir
adalah penemuan coba-coba, yaitu Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan
ini tidak terkontrol dan tidak pasti. Diawali dengan usaha coba-coba atau dapat
dikatakan trial and error. Dilakukan dengan tidak kesengajaan yang
menghasilkan sebuah pengetahuan dan setiap cara pemecahan masalahnya tidak
selalu sama. Sebagai contoh seorang anak yang mencoba meraba-raba dinding
kemudian tidak sengaja menekan saklar lampu dan lampu itu menyala kemudian anak
tersebut terperangah akan hal yang ditemukannya. Dan anak tersebut pun
mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga ia mendapatkan jawaban yang pasti
akan hal tersebut.
Epistemologi memandang pendidikan sebagai ide, gagasan,
dan pemikiran yang berdasarkan kaidah tertentu secara metodologis dan
sistematis. Semakin ketat satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi
persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat tertinggi dalam sistem ilmu
pendidikan. Bahasan seperti itu dapat disebut sebagai ilmu pendidikan.
Apabila semakin toleran dan bebas satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi
persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat terendah, bahasan seperti ini
berhak disebut pengetahuan pendidikan.
Pandangan ilmu pengetahuan mengenai pengertian pendidikan
yaitu bahwa pengertian pendidikan bersifat terbatas. Pendidikan sebagai suatu
sistem ilmu pengetahuan membentang luas ide, gagasan, dan pemikiran manusia.
Akan tetapi, apabila kita kumpulkan dan ditarik sebuah pengertian umum maka
kita dapat menyimpulkan bahwa pada prinsipnya pendidikan adalah segala sesuatu
yang mengalami proses perubahan ke arah yang lebih baik dari proses sebelumnya.
Pengertian pendidikan nasional menurut Sunarya (1969)
adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh
falsafah hidup dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita
nasional bangsa tersebut. Sedangkam menurut Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, pengertian pendidikan nasional adalah suatu usaha
untuk membimbing warga Indonesia menjadi manusia yang berjiwa pancasila, yang
mempunyai kepribadian yang berdasarkan akan ketuhananan, berkesadaran
masyarakat, dan mampu membudayakan lingkungan sekitar dengan sebaik mungkin.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional
adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan,
pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pendidikan nasional mempunyai tujuan yang jelas yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya (manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), berbudi pekerti luhur,
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan, mempunyai kepribadian yang mantap dan
mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan negara. Berdasarkan tujuan
pendidikan nasional dilaksanakan proses pendidikan nasional, yaitu setiap lima
tahun sekali biasanya ditetapkan tujuan pendidikan nasional itu dalam ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dijelaskan dalam GBHN.
Untuk beberapa saat
lamanya, multikulturalisme adalah istilah yang samar. Di satu sisi, ada
keinginan yang jelas untuk mengatakan bahwa kebudayaan-kebudayaan lain adalah
baik atau setidaknya mengandung kebaikan sehingga kita dapat belajar dari
mereka. Terkadang kita menyadari, bahwa di masa lalu kita kerap memberikan
penilaian yang salah terhadap kebudayaan-kebudayaan lain, suatu penilaian yang
didasarkan pada informasi yang tidak akurat dan pemahaman yang kurang memadai.
Di sisi lain, ada pula keinginan untuk mengisolasi kebudayaan-kebudayaan lain
tersebut dalam penilaian negatif kita. Penilaian negatif ini muncul dari
pengalaman masa lampau dan juga sikap protektif terhadap pengaruh kebudayaan-kebudayaan
lain. Multikulturalisme adalah kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya
sebagai realitas fundamental dalam kehidupan bermasyarakat.
Kearifan itu akan muncul,
jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat
keadaan realitas yang plural sebagai satu kesatuan dalam kehidupan
bermasyarakat. Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara
etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur
(budaya) dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung
pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan
kebudayaannya masing-masing yang unik. Multikulturalisme adalah sebuah filosofi
terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari
berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama
dalam masyarakat modern.
Istilah multikultural juga
sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang
berbeda dalam suatu negara. Ada banyak ilmuwan dunia yang memberikan definisi
kultur dan sangat beragam, walaupun demikian ada beberapa titik kesamaan yang
mempertemukan keragaman definisi yang ada tersebut. Salah satunya dapat
dilakukan lewat pengidentifikasian karakteristiknya. Conrad P. Kottak menjelaskan
bahwa kultur memiliki beberapa karakter khusus, antara lain Kultur adalah
sesuatu yang general dan spesifik sekaligus, Kultur adalah sesuatu yang
dipelajari, Kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami, Kultur
adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi
individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat.
Dari karakteristik ini,
dapat dikembangkan pemahaman terhadap multikulturalisme, yaitu sebuah pemahaman
tentang kultur yang beragam. Dalam keragaman kultur ini meniscayakan pemahaman,
saling pengertian, toleransi dan sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang
damai dan sejahtera serta terhindar dari konflik berkepanjangan.
Multikulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus
dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Untuk memahami
multikulturalisme, dibutuhkan alternatif pemaknaan tentang ideologi. Pandangan
dua tokoh berikul ini yaitu Antonio Gramsci dan Michel Bahktin tampaknya
penting untuk dilihat. Menurut mereka, ideologi lebih merupakan masalah
“partisipasi” daripada dominasi atau manipulasi; dalam arti luas lebih
merupakan persoalan “pandangan dunia” daripada propaganda partisan. Intinya, multikulturalisme meyakini bahwa
ketika orang-orang hidup saling berdekatan, ada keharusan interaksi antara
kebudayaan-kebudayaan. Tak seorang pun dapat hidup terisolasi sepenuhnya. Yang
kita butuhkan untuk saling mengenal keragaman budaya nusantara dan mancanegara
adalah pendidikan.
Dengan demikian
multikulturalisme adalah sebuah konsep di mana sebuah komunitas dalam konteks
kebangsaan dapat mengetahui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik
ras, suku, etnis maupun agama. Ia merupakan konsep yang memberikan pemahaman
bahwa sebuah bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan
budaya-budaya yang beragam (multikultural). Dan bangsa yang multikultural
adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik atau budaya (ethnic and cultural
groups) yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip existensi
yang ditandai oleh kesediaan masing-masing kelompok untuk menghormati dan
menghargai budaya lain.
Strategi pendidikan multikultural, sejak lama telah
berkembang di Eropa, Amerika dan di negara-negara maju lainnya. Gagasan ini,
dengan demikian bukan merupakan hal baru. Strategi ini adalah pengembangan dari
studi interkultural dan multikulturalisme. Dalam perkembangannya, studi ini
menjadi sebuah studi khusus tentang pendidikan multikultural yang pada awalnya
bertujuan agar populasi mayoritas dapat bersikap toleran terhadap para imigran
baru. Studi ini juga memiliki tujuan politis sebagai alat kontrol sosial
penguasa terhadap warganya, agar kondisi negara aman dan stabil. Namun dalam
perkembangannya, tujuan politisi ini menipis dan bahkan hilang sama sekali,
karena “ruh” dan “ nafas” dari pendidikan multikultural ini adalah demokrasi,
humanisme, dan pluralisme yang anti terhadap adanya kontrol dan tekanan yang
membatasi dan menghilangkan kebebasan manusia. Selanjutnya, pendidikan
multikultural ini justru menjadi motor penggerak dalam menegakkan demokrasi,
humanisme dan pluralisme yang dilakukan melalui sekolah, kampus dan
institusi-institusi pendidikan lainnya. Sejarah kelam yang panjang yang dialami
negara-negara Eropa dan Amerika seperti kolonialisme, perang sipil di Amerika
dan Perang Dunia I dan II, sebenarnya juga menjadi landasan utama kenapa
pendidikan multikultural ini diaplikasikan di kedua benua besar tersebut.
Sebagaimana yang tertulis dalam sejarah, pada tahun 1415 hingga awal tahun
1900-an, negara-negara utama di Eropa, seperti Spanyol, Inggris, Portugis,
Prancis, dan Belanda, telah melakukan ekspansi dan penjajahan terhadap
negara-negara lain di Asia, Amerika, dan Afrika.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka keberadaan
pendidikan multikultural sangat diperlukan. Pendidikan multikultural adalah
strategi pendidikan yang diaplikasikan pada seluruh jenis mata pelajaran dengan
cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti
perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur
agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural
sekaligus juga untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis,
humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka. Tujuan awal pendidikan
multikultural yaitu membangun wacana pendidikan multikultural dikalangan guru,
dosen, ahli pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan
mahasiswa jurusan ilmu pendidikan maupun mahasiswa umum. Harapannya adalah
apabila mereka mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak
mereka tidak hanya mampu untuk membangun kecakapan dan keahlian siswa terhadap
mata pelajaran yang diajarkannya. Pendidikan multikultural mengusung pendekatan
dialogis untuk menanamkan kesadaran hidup bersama dalam keragaman dan
perbedaan.
Pendidikan ini dibangun atas spirit relasi kesetaraan dan
kesederajatan, saling percaya, saling memahami dan menghargai persamaan,
perbedaan dan keunikan dan interdependensi. Ini merupakan inovasi dan reformasi
yang integral dan komprehensif dalam muatan pendidikan agama, agama yang bebas
prasangka, rasisme, bias an stereotip. Pendidikan multikultural memberi
pengakuan akan pluralitas, sarana belajar untuk perjumpaan lintas batas dan
mentransformasi indoktrinasi menuju dialog. Kini inovasi pendidikan
multikultural memperoleh momentumnya. Secara umum, pendidikan multikultural
menegaskan mengenai perlunya pembelajaran tentang berbagai hal untuk masyarakat
yang beragam. Para pemikir pendidikan multikultural memandang penting untuk
memperhatikan faktor keragaman kelompok kultural dalam masyarakat yang perlu
dipelajari, ada pula yang memfokuskan pada tindakan sekolah, dan ada pula yang
fokus pada pandangan bahwa adanya antara teori dan praktik dalam pendidikan
multikultural.
Mengimplementasikan pendidikan
multikultural di sekolah mungkin saja akan mengalami hambatan atau kendala
dalam pelaksanaannya, namun pada akhirnya kenyataan bahwasanya Indonesia adalah
negara multikultural yang mau tidak mau harus disatukan dengan sejuta perbedaan
melalui pendidikan multikultural mungkin saja akan terhindar dari perpecahan.
Karena tujuan pendidikan ini sejatinya bukan saja untuk tujuan intelegensi
semata namun juga menyangkut pembentukan karakter bangsa sesuai dengan selogan
bangsa Indonesia yakni Bhineka Tunggal Ika.
DAFTAR PUSTAKA
Musa Asy’arie, (2004). Pendidikan
Multikultural dan Konflik Bangsa, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0409/03/opini/1246546
Kamis, 11 April 2013
antropologi kebudayaan
ETNOGRAFI SUKU BAJO
OLEH :
OLEH :
EVI MERIANI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH...................................................... 1
1.2 TUJUAN
PENULISAN ...................................................................... 2
1.3 RUMUSAN
MASALAH ..................................................................... 2
BAB
II ISI
2.1 NAMA DAN BAHASA ..................................................................... 3
2.2 LOKASI............................................................................................... 4
2.3 DEMOGRAFI..................................................................................... 5
2.4 MATA PENCAHARIAN ................................................................... 6
2.5 ORGANISASI SOSIAL..................................................................... 8
2.6 RELIGI.............................................................................................. 10
2.7 KESENIAN...................................................................................... 12
2.8 SISTEM PENGETAHUAN ........................................................... 14
2.9 PERALATAN HIDUP .................................................................... 16
2.10 PERUBAHAN ............................................................................... 18
2.2 LOKASI............................................................................................... 4
2.3 DEMOGRAFI..................................................................................... 5
2.4 MATA PENCAHARIAN ................................................................... 6
2.5 ORGANISASI SOSIAL..................................................................... 8
2.6 RELIGI.............................................................................................. 10
2.7 KESENIAN...................................................................................... 12
2.8 SISTEM PENGETAHUAN ........................................................... 14
2.9 PERALATAN HIDUP .................................................................... 16
2.10 PERUBAHAN ............................................................................... 18
BAB
III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN................................................................................. 20
3.2 SARAN ............................................................................................ 20
3.2 SARAN ............................................................................................ 20
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH
Berdasarkan
sejarahnya, masyarakat suku bajo merupakan suatu komunitas yang hidup di atas
perahu, dan biasa disebut dengan “manusia perahu”. Masyarakat suku bajo selalu membudayakan hal
ini, sehingga kehidupan mereka selalu berpindah pindah. Setelah memanfaatkan
satu daerah maka mereka akan berpidah pada daerah yang lain, barulah kemudian
dimanfaatkan, dan begitu seterusnya. Hal ini sudah menjadi tradisi yang
diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Masyarakat
suku bajo percaya bahwa laut merupakan kehidupan mereka. laut adalah
ombok lao, atau raja laut. Sehingga filosofi tersebut berakibat pada
penggolongan manusia dalam suku Bajo.
Suku Bajo, dalam menempatkan orang membaginya ke dalam dua kelompok, yaitu Sama‘ dan Bagai. Sama‘
adalah sebutan bagi mereka yang masih termasuk ke dalam suku Bajo sementara Bagai adalah suku di luar Bajo.
Penggolongan tersebut telah memperlihatkan kehati-hatian dari suku Bajo untuk
menerima orang baru. Mereka tidak mudah percaya sama pendatang baru.
Masyarakat
suku bajo memiliki suatu filosofis ‘Papu Manak Ita
Lino Bake isi-isina, kitanaja manusia mamikira bhatingga kolekna mangelolana‘,
artinya Tuhan telah memberikan dunia ini dengan segala isinya, kita sebagai
manusia yang memikirkan bagaimana cara memperoleh dan mempergunakannya.
Sehingga laut dan hasilnya merupakan tempat meniti kehidupan dan mempertahankan
diri sambil terus mewariskan budaya leluhur suku Bajo. Dalam suku
Bajo, laki-laki atau pria biasa dipanggil dengan sebutan Lilla dan perempuan dengan sebutan Dinda.
1.2 TUJUAN
PENULISAN
Penulisan makalah ini selain
bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kulian Antropologi, juga sebagai bahan
atau referensi pembaca khususnya mahasiswa untuk belajar dan memperluas
pengetahuan tentang masyarakat suku bajo.
1.3 RUMUSAN MASALAH
§ Nama
dan Bahasa Masyarakat Suku Bajo
§ Lokasi
Masyarakat Suku Bajo
§ Demografi
Masyarakat Suku Bajo
§ Mata
Pencaharian Masyarakat Suku Bajo
§ Organisasi
Sosial Masyarakat Suku Bajo
§ Religi
Masyarakat Suku Bajo
§ Kesenian
Masyarakat Suku Bajo
§ Sistem
Pengetahuan Masyarakat Suku Bajo
§ Peralatan
Hidup Masyarakat Suku Bajo
§ Perubahan
Masyarakat Suku Bajo
BAB II PEMBAHASAN
2.1 NAMA DAN BAHASA
Bajo berasal dari nama seorang
leluhur mereka. Yang sangat hebat dalam melaut, dan hebat juga dalam bercocok
tanam. Kemudian kampung Karang Bajo adalah nama wilayah keturunan dari Bajo.
Konon Suku Bajo berasal dari Laut
Cina Selatan. Versi lain menyebutkan nenek moyang mereka berasal dari Johor,
Malaysia. Mereka keturunan orang-orang Johor atau keturunan Suku Sameng yang
ada di semananjung Malaka Malaysia yang diperintahkan raja untuk mencari
putrinya yang kabur dari istana. Orang-orang tersebut mengarungi lautan ke
sejumlah tempat sampai ke Pulau Sulawesi. Kabarnya sang puteri berada di
Sulawesi, menikah dengan pangeran Bugis kemudian menempatkan rakyatnya di
daerah yang sekarang bernama BajoE. Sedangkan orang-orang yang mencarinya juga
lambat laun memilih tinggal di Sulawesi, enggan kembali ke Johor. Keturunan
mereka lalu menyebar ke segala penjuru wilayah Indonesia semenjak abad ke-16
dengan perahu. Itulah sebabnya mereka digolongkan suku laut nomaden atau manusia perahu (seanomedic).
Asal-usul
suku Bajo sesungguhnya dari pulau Sulawesi. Selain menguasai bahasa daerah
setempat, mereka juga berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Bajo, serumpun
dengan bahasa Bugis – Sulawesi Selatan. Di mana dua atau tiga warga Bajo
berkumpul, mereka diwajibkan menggunakan bahasa Bajo. Kecuali kalau berada di
antara atau bersama warga penduduk setempat. Mereka adalah orang pelaut yang
tidak bisa hidup di gunung. Bajo, identik dengan air laut, perahu, dan
permukiman dia atas air laut. Bajo artinya mendayung perahu dengan alat yang
disebut bajo.
2.2 LOKASI MASYARAKAT SUKU BAJO
Dahulu
kala masyarakat Bajo kerap berpindah-pindah dari satu tempat ke temat lainnya
mencari sumber kehidupan seperti masyarakat gipsy atau nomaden. Namun saat ini
meskipun masih ada yang meneruskan tradisi berpindah tempat, sebagian lainnya
memilih menetap di lokasi tertentu dengan pola hidup yang sangat sederhana.
Salah satu lokasi menetap yang dipilih suku ini ada di Pulau Kaledupa,
Wakatobi. Suku Bajo yang terletak di kepulauan Wakatobi – Sulawesi Tenggara. Suku
Bajo yang mendiami kabupaten Wakatobi ini diduga hadir di wilayah ini sekitar
abad XVI. Dikatakan mereka berasal dari daerah China Selatan. Mereka termasuk
suku bangsa Proto Malayan yang datang ke wilayah Asia Tenggara ini sejak 2000
tahun Sebelum Masehi. Mereka sempat bermukim di daratan Indochina dan
bermigrasi ke daerah Semenanjung Malaysia dan akhirnya menyebar ke seluruh
wilayah Asia Tenggara, termasuk ke wilayah mereka sekarang ini di Sulawesi
Tenggara. Selain di Sulawesi Tenggara pemukiman orang Bajo juga banyak di
daerah-daerah lain di Sulawesi.
Perkampungan Suku Bajo juga ada di Desa Bajo Kabupaten Boalemo memiliki daya tarik untuk menjaring wisatawan. Tinggal di rumah Suku Bajo, ikut melaut lalu menjual ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Desa Taulo, Kecamatan Mananggu atau melihat bagaimana cara Suku Bajo membudidayakan lobster dan sejumlah ikan di tambak terapung, bisa menjadi kegiatan menarik buat wisatawan yang biasa hidup di perkotaan. Belum lagi budaya masyarakat Suku Bajo, seperti perkawinan dan acara selamatan. Adat Perkawinan masyarakat Suku Bajo, saat malam pertama, biasanya pasangan suami istri baru, di lepas ke laut dengan perahu. Mereka menghabiskan malam pertama di atas perahu. Ini merupakan tradisi yang sangat unik.
Perkampungan Suku Bajo juga ada di Desa Bajo Kabupaten Boalemo memiliki daya tarik untuk menjaring wisatawan. Tinggal di rumah Suku Bajo, ikut melaut lalu menjual ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Desa Taulo, Kecamatan Mananggu atau melihat bagaimana cara Suku Bajo membudidayakan lobster dan sejumlah ikan di tambak terapung, bisa menjadi kegiatan menarik buat wisatawan yang biasa hidup di perkotaan. Belum lagi budaya masyarakat Suku Bajo, seperti perkawinan dan acara selamatan. Adat Perkawinan masyarakat Suku Bajo, saat malam pertama, biasanya pasangan suami istri baru, di lepas ke laut dengan perahu. Mereka menghabiskan malam pertama di atas perahu. Ini merupakan tradisi yang sangat unik.
2.3
DEMOGRAFI
MASYARAKAT SUKU BAJO
Suku Bajo (Bajau) tersebar di
beberapa daerah di Sulawesi Tenggara, selain di pulau Kabaena populasi suku
Bajo terdapat juga di pulau Wakatobi. Persebaran Suku Bajo di pulau
Kabaena antara lain kecamatan Kabaena Barat (desa Baliara Laut yang terdiri
dari dusun Bambanipa Laut dan dusun Tanjung Malake, desa Baliara kepulauan dan
desa Sikele yang terdiri dari dusun Tanjung Perak, dusun pulau Sagori dan dusun
pulau Mataha). Sementara di kecamatan Kabaena Selatan tersebar di desa Batua
dan desa Pangkalero dan di kecamatan Kabaena Utara terdiri dari desa Mapila.
Sejak lama, masyarakat suku Bajo telah menempati wilayah pesisir pulau Kabaena ini, hidup dengan kearifan dan budaya mereka sendiri. Laut adalah tumpuan utama mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup ratusan orang anggota komunitas mereka dari tahun ke tahun.
Walaupun suku Bajo tersebar di beberapa pulau sekitarnya, tapi hampir tidak terdapat perbedaan dengan suku-suku bajo di daerah lain, masyarakat Bajo di wilayah ini hidup berdampingan dalam satu komunitas mereka dan menempati wilayah yang sedikit terpisah dengan komunitas lain, meskipun mereka secara administrasi pemerintahan dalam satu kesatuan dengan penduduk asli masyarakat Kabaena di desa ini. Rumah-rumah yang mereka huni secara keseluruhan berada di atas laut sehingga membuat komunitas suku lain agak sulit melakukan interaksi sengan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Belum bisa dipastikan apa yang menyebabkan mereka sedikit menutup diri dengan komunitas lain.
Sejak lama, masyarakat suku Bajo telah menempati wilayah pesisir pulau Kabaena ini, hidup dengan kearifan dan budaya mereka sendiri. Laut adalah tumpuan utama mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup ratusan orang anggota komunitas mereka dari tahun ke tahun.
Walaupun suku Bajo tersebar di beberapa pulau sekitarnya, tapi hampir tidak terdapat perbedaan dengan suku-suku bajo di daerah lain, masyarakat Bajo di wilayah ini hidup berdampingan dalam satu komunitas mereka dan menempati wilayah yang sedikit terpisah dengan komunitas lain, meskipun mereka secara administrasi pemerintahan dalam satu kesatuan dengan penduduk asli masyarakat Kabaena di desa ini. Rumah-rumah yang mereka huni secara keseluruhan berada di atas laut sehingga membuat komunitas suku lain agak sulit melakukan interaksi sengan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Belum bisa dipastikan apa yang menyebabkan mereka sedikit menutup diri dengan komunitas lain.
Jumlah penduduk suku Bajo di
Kepulauan Wakatobi kini 12 ribu orang, yang tersebar di beberapa kampung.
Selain Mola Selatan, ada Desa Mantigola dan Sampela di Pulau Kaledupa serta
Desa Lamanggau di Tomia. Mola terbanyak penduduknya, 7.000 orang. Kampung ini
juga paling “modern” dibanding kampung Bajo lain. Beberapa rumah terbuat dari
tembok, sebagian beratap seng, menunjukkan sisa-sisa “kejayaan” mereka.
Suku Bajo memang tak terpisahkan
dari laut. Sejak dulu, mereka dikenal sebagai pelaut ulung, gemar mengarungi
lautan Nusantara. Sejak puluhan tahun lalu, para orang tua mereka mendapat
berkah dari hasil laut perairan ini. Mereka bisa menangkap ikan dan penyu di
mana pun tanpa larangan.
Populasi masyarakat yang mendiami
wilayah pesisir kabupaten wakatobi Sulawesi Tenggara merupakan yang terbesar
diseluruh wilayah pesisir Indonesia. Khusus di Kota Wangiwangi, jumlah populasi
suku bajo mencapai sekitar 20.000 jiwa. Diderah lain, seperti Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Kalimantan, dalam satu komunitas suku bajo paling banyak
sekitar 3000 hingga sekitar 5000 jiwa.
2.4
MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian utama suku Bajoe
adalah mencari ikan dengan cara yang masih terbilang tradisional, seperti
memancing, memanah, dan menjaring ikan. Ikan-ikan tersebut nantinya dijual
kepada penduduk sekitar pesisir atau pulau terdekat. Kehidupan Suku Bajoe
memang masih terbilang sangat sederhana. Mendirikan pemukiman tetap pun mungkin
tak terpikir oleh mereka apabila tidak dihimbau oleh Pemerintah setempat.
Kegiatan melaut untuk mencari ikan
adalah rutinitas utama mereka seiap harinya. Dari subuh mereka telah berangkat
melaut untuk mencari ikan sampai pada siang hari, sehingga apabila pagi hari
pemukiman mereka terlihat sepi, hanya anak-anak yang berada di rumah. pemukiman
ini nanti
terlihat ramai ketika siang hari
sampai sore hari, kerana mereka telah kembali dari melaut.
Beberapa
suku Bajoe bahkan sudah mengenal teknik budidaya produk laut tertentu, misalnya
lobster, ikan kerapu, udang, dan lain sebagainya. Mereka menyebut tempat
budidaya sebagai tambak terapung yang biasanya terletak tak jauh dari
pemukiman. Sebagian kecil masyarakat suku Bajoe bahkan sudah membuat rumah
permanen dengan menggunakan semen dan berjendela kaca. Anak-anak Suku Bajoe
juga sudah banyak yang bersekolah, bahkan ada yang sampai perguruan tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa kesadaran mereka tentang pentingnya pendidikan sudah mulai
terbangun.
Suku
Bajoe yang mendapat sebutan sea nomads
atau manusia perahu karena sejak zaman dahulu mereka adalah petualang laut
sejati yang hidup sepenuhnya di atas perahu sederhana. Mereka berlayar
berpindah-pindah dari wilayah perairan yang satu dan lainnya. Perahu adalah
rumah sekaligus sarana mereka mencari ikan di luas lautan yang ibaratnya adalah
ladang bagi mereka. Ikan-ikan yang mereka tangkap akan dijual kepada penduduk
di sekitar pesisir pantai atau pulau. Inilah asal mula mereka disebut sebagai
manusia perahu atau sea nomads.
Kini mereka banyak bermukim di pulau-pulau sekitar Pulau Sulawesi, Kalimantan
Timur, Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua. Persebaran suku Bajoe di beberapa
daerah di Nusantara tentunya terjadi karena cara hidup mereka yang
berpindah-pindah dan berlayar dengan perahu.
2.5
ORGANISASI SOSIAL
Dalam
masyarakat suku bajo, terdapat beberapa jenis perkawinan, yakni :
- Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan peminangan (Massuro)
Perkawinan
jenis ini berlaku secara turun-temurun bagi masyarakat Suku Bajo yang bersifat
umum, baik dari golongan bangsawan maupun masyarakat biasa. Perbedaannya hanya
dari tata cara pelaksanaannya. Bagi golongan bangsawan melalui proses yang
panjang dengan upacara adat tertentu, sedangkan masyarakat awam berdasarkan
kemampuan yang dilaksanakan secara sederhana.
- Perkawinan Silaiyang ( Kawin Lari)
Perkawian
yang dilaksanakan tidak berdasarkan peminangan akan tetapi kedua belah pihak
melakukan mufakat untuk lari rumah penghulu atau kepala kampung untuk mendapat
perlindungan dan selanjutnya diurus untuk dinikahkan.
Dalam masyarakat Suku Bajo, peristiwa Silaiyang (melarikan diri untuk dinikahkan) adalah perbuatan yang mengakibatkan “pakayya” bagi keluarga perempuan. Dahulu peristiwa semacam ini bagi pihak perempuan yang disebut “nggai ia” selalu berusaha untuk menegakkan harga diri atau “pakayya” dengan cara membunuh lelaki yang melarikan anak gadisnya (anaknya). Namun, sekarang ini menurut ketentuan adat, apabila keduanya telah berada di rumah anggota adat atau penghulu (pemerintah) maka ia tidak bisa diganggu lagi. Penghulu atau anggota adat harus berusaha dan berkewajiban mengurus dan menikahkannya.
Untuk maksud tersebut di atas diadakanlah komunikasi kepada orang tua perempuan untuk dimintai persetujuannya. Tetapi sering juga terjadi orang tua dan keluarga pihak perempuan tidak mau memberi persetujuannya, karena merasa dipermalukan (adipakaiya). Bahkan orang tua yang dipermalukan (dipakaiya) itu menganggap anaknya yang dilarikan itu telah meninggal dunia dan tidak lagi diakui sebagai anaknya. Apa bila hal ini terjadi maka jalan lain yang ditempuh adalah pihak adat atau penghulu menikahkannya dengan istilah Wali- Hakim.
Akan tetapi walaupun keduanya telah dinikahkan, hubungan antara keluarga laki-laki dan perempuan tetap berbahaya. Oleh karena itu selama keduanya belum diterima kembali untuk rujuk yang disebut “sipamapporah) (meminta maaf), maka laki-laki yang membawa lari gadis tersebut harus tetap berhati-hati dan berupaya menghindar untuk bertemu orang tua dan keluarga dari pihak perempuan.
Dalam masyarakat Suku Bajo, peristiwa Silaiyang (melarikan diri untuk dinikahkan) adalah perbuatan yang mengakibatkan “pakayya” bagi keluarga perempuan. Dahulu peristiwa semacam ini bagi pihak perempuan yang disebut “nggai ia” selalu berusaha untuk menegakkan harga diri atau “pakayya” dengan cara membunuh lelaki yang melarikan anak gadisnya (anaknya). Namun, sekarang ini menurut ketentuan adat, apabila keduanya telah berada di rumah anggota adat atau penghulu (pemerintah) maka ia tidak bisa diganggu lagi. Penghulu atau anggota adat harus berusaha dan berkewajiban mengurus dan menikahkannya.
Untuk maksud tersebut di atas diadakanlah komunikasi kepada orang tua perempuan untuk dimintai persetujuannya. Tetapi sering juga terjadi orang tua dan keluarga pihak perempuan tidak mau memberi persetujuannya, karena merasa dipermalukan (adipakaiya). Bahkan orang tua yang dipermalukan (dipakaiya) itu menganggap anaknya yang dilarikan itu telah meninggal dunia dan tidak lagi diakui sebagai anaknya. Apa bila hal ini terjadi maka jalan lain yang ditempuh adalah pihak adat atau penghulu menikahkannya dengan istilah Wali- Hakim.
Akan tetapi walaupun keduanya telah dinikahkan, hubungan antara keluarga laki-laki dan perempuan tetap berbahaya. Oleh karena itu selama keduanya belum diterima kembali untuk rujuk yang disebut “sipamapporah) (meminta maaf), maka laki-laki yang membawa lari gadis tersebut harus tetap berhati-hati dan berupaya menghindar untuk bertemu orang tua dan keluarga dari pihak perempuan.
- Perkawinan Menurut Usia
Telah
diketahui, bahwa usia perkawinan diatur dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, yaitu usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi
laki-laki. Hal ini dimaksudkan agar kedua calon mempelai tersebut memiliki
kematangan dalam berumahtangga, agar dapat memenuhi tujuan luhur dari suatu
perkawinan yaitu mendapat keturunan yang baik dan sehat.
Dahulu, usia perkawinan tidak ada pembatasan sehingga sering terjadi anak di bawah umur dinikahkan (nekke ana’-ana’). Tetapi mereka berdua masih tetap tinggal di rumah orang tua masing-masing. Dan nanti keduanya akil baliq (menanjak dewasa) barulah dipertemukan untuk hidup sebagai suami isteri. Hal seperti ini masih berlaku hingga akhir abad ke-19.
Dahulu, usia perkawinan tidak ada pembatasan sehingga sering terjadi anak di bawah umur dinikahkan (nekke ana’-ana’). Tetapi mereka berdua masih tetap tinggal di rumah orang tua masing-masing. Dan nanti keduanya akil baliq (menanjak dewasa) barulah dipertemukan untuk hidup sebagai suami isteri. Hal seperti ini masih berlaku hingga akhir abad ke-19.
- Perkawinan yang Dilarang
Sejak
dahulu adat yang berlaku dalam masyarakat Suku Bajo melarang perkawinan antara
dua orang (laki-laki dan perempuan) yang masih memiliki hubungan darah yang
dekat, seperti :
-
Seorang
pria dilarang kawin dengan wanita yang menurunkannya (ibu/nenek) baik melalui
ayah maupun ibu.
-
Seorang
pria dilarang kawin dengan wanita yang menurun dirinya (anak/cucu/cicit)
termasuk keturunan anak wanita
-
Seorang
pria dilarang kawin dengan wanita dari keturunan ayah atau ibu (saudara kandung
/ anak dari saudara kandung)
-
Seorang
pria dilarang kawin dengan wanita saudara dari yang menurunkan (saudara kandung
ayah/saudara kandung ibu/saudara kakek atau nenek baik dari ayah maupun dari
ibu).
- Perkawinan Duduk ( Sitingkoloang )
Perkawinan
ini terjadi apabila salah satu pihak, baik laki-laki atau pihak perempuan pergi
kerumah orangtua laki-laki atau perempuan guna menyerahkan dirinya kepada
keluarga laki-laki atau perempuan.Karena laki-laki atau perempuan sangat cinta
sehingga dia memberanikan diri untuk menyampaikan kedatanganya bahwa dia sangat
sayang.Untuk maksud ini dari pihak orangtua memberikan saran agar masing-masing
pihak dapat meluangkan waktunya untuk musyawarah (sitummu).Perkawinan ini masih
berlaku di Masyarakat Bajo.
2.6 RELIGI
Pada awalnya, Suku Bajo memeluk
kepercayaan animisme dan agama Hindu. Namun seiring ajaran agama Islam masuk
yang dibawa oleh Sunan Prapen (cucu Sunan Giri), banyak masyarakat Bajo
berpindah agama. Kerajaan Anak Agung Gedhe Agung yang menganut agama Hindu yang
ketika itu berkuasa di pulau Lombok merasa eksistensinya terganggu, takut
apabila banyak masyarakat Bajo memeluk Islam yang nantinya bisa dan mampu
menggulingkan kekuasaan kerajaan.
Filsafat kehidupan suku Bajo di
Bayan menilai antara kebudayaan dan Agama Islam mempunyai korelasi inklusif.
Tidak adanya perbedaan, antara kebudayaan dan Agama Islam, semua itu
disingkronisasi oleh peradaban.Kebudayaan merupakan keseluruhan dari hasil
budidaya manusia baik cipta, karsa dan rasa. Kebudayaan berwujud gagasan/ide,
perilaku/ aktivitas dan benda-benda. Sedangkan peradaban adalah bagian-bagian
dari kebudayaan yang tinggi, halus, indah dan maju
Masyarakat suku Bajo Bayan
memiliki filosofi yang sering disebut dengan Wetu Telu. Makna dari kata Wetu adalah Keluar, sedangkan Telu adalah Tiga. Jadi Wetu
Telu adalah Keluarnya tiga Filosofi kehidupan suku Bajo, yaitu Beranak
(diperuntukkan manusia, dan hewan mamalia), Bertelur (diperuntukkan unggas dan
ikan) dan Tumbuh (diperuntukkan tumbuh-tumbuhan).
Wetu Telu juga mempunyai tiga fase
dari kehidupan makhluk hidup, yaitu fase pertama kelahiran, fase kedua adalah
kehidupan, fase ketiga adalah kematian. Ketiga fase ini memiliki pola hubungan
yang sama, dan setiap individu manusia memiliki perbedaan dinamika kehidupan
yang berbeda. Khususnya manusia yang diberikan akal dan pikiran oleh Allah SWT
akan mempertanggung jawabkan apa yang telah dilakukannya selama hidup Dari
ketiga makna ini mempunyai arti bahwa manusia merupakan satu kesatuan dari
alam, yang tersirat dari filsafat kosmologi kehidupan dan budaya.
Seperti halnya masyarakat Jawa, suku
Bajo juga mengenal adanya dewi padi. Jika orang Jawa mengenal Dewi Sri sebagai dewi kesuburan (dewi
padi), maka orang Bajo mengenal dewi padi dengan sebutan Inak Sariti. Suku bajo hanya
menanam varietas padi lokal dari golongan padi bulu. Hal ini dikarenakan
varietas padi ini adalah varietas padi yang pertama kali ditanam di bangkat, sawah orang Bayan
pertama kali. Selain itu, masyarakat percaya bahwa jika tidak menaman padi
bulu, maka panen berikutnya akan gagal. Masyarakat setempat juga lebih menyukai
varietas ini dikarenakan varietas padi ini menghasilkan nasi yang lebih
pulen dan lebih enak
Tradisi bertani di desa ini
merupakan sebuah gambaran akan pentingnya menghargai makna dan nilai-nilai
positif yang terkandung, untuk selalu dijaga dan dihormati tanpa berlebihan.
Masyarakat desa hidup dan masih berpegang teguh pada aturan adat yang mengatur
segala bentuk hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia maupun
dengan makhluk yang lain serta lingkungan sekitar. Dan disisi lainnya sangat
menghargai dan menjunjung tinggi atas nilai kehidupan. Demikianlah kearifan
lokal yang dimiliki kampung adat Sasak. Sebagian kecil kearifan ini dapat kita
refleksikan sebagai bentuk kekuatan bangsa kita
2.7
KESENIAN
A.
TARIAN
Umumnya
tarian tradisional masyarakat suku Bajo hampir sama dengan tarian suku
bugis,buton,mandar dan toraja.Ada dua tarian yang lumrah di kalangan Suku Bajo
yakni :
- Tarian
Manca
Tarian
Manca adalah salah satu tarian yang sangat populer dikalangan masyarakat
Bajo.Tarian ini dilakukan pada saat ada pesta pernikahan yang resmi (Massuro).
Biasanya tarian ini dibawakan oleh sepasang pamanca (tukang manca) terdiri dari
dua orang yang masing-masing saling membawa peddah (pedang). Tarian ini sudah
merupakan turun temurun dari nenek moyang mereka.Si pamanca sudah terlatih
sejak kecil,sehingga gerak badannya sangat lentur sesuai dengan irama
sarroni/sulleh(seruling) dan gandah (gendang). Manca bagi masyarakat suku bajo
melambangkan kesatriaan sejati karena tarian ini dianggap sebagai bekal untuk
menjaga diri. Para pamanca saling bergantian pabila salah satu dari sipamanca
lelah yang lain dapat (nyamboh) istilahnya menyambung tarian.Umumnya manca
dipentaskan saat pengantin laki-laki diantar kerumah wanita(lekka). Nah setelah
pengantin laki-laki tiba dirumah perempuan,di depan pintu sudah berdiri salah
satu anggota keluarga yang sudah dekat atau akrab dengan pengantin laki-laki
atau perempuan istilah ini disebut nyambo'. Kalau pengantin laki-laki disebut
nyambo' lille sedangkan pengantin perempuan disebut nyambo' dinde. Manca
diiringi dengan alat musik seruling(sarroni),goh(gong),dan gandah (gendang).
Lebih serunya lagi para pemanca dengan keterampilan seni beladirinya,tidak ada yang luka walaupun menggunakan pedang.Kita saja yang menonton sangat ketakutan tetapi hal ini sudah terbiasa bagi para pemanca.
Lebih serunya lagi para pemanca dengan keterampilan seni beladirinya,tidak ada yang luka walaupun menggunakan pedang.Kita saja yang menonton sangat ketakutan tetapi hal ini sudah terbiasa bagi para pemanca.
2. Sile' kampoh ( silat kampung )
Silat
kampung merupakan tradisi adat istiadat suku bajo.Ini bersinambungan dengan
manca artinya semua jurus-jurus yang didapat dari silat kampung diterapkan
dalam manca.Silat kampung ini tidak sembarangan orang untuk
mempelajarinya.Syaratnya harus sudah cukup umur.Untuk mempelajari silat ini
dibutuhkan empat minggu ini sudah sempurna.Prinsipnya silat adalah jalan hidup
yang meliputi berbagai aspek kehidupan seorang manusia.
Fungsi dari silat ini adalah untuk menjaga diri.Ada sebuah ungkapan yang menyatakan "Bukan orang Bajo yang meninggal dibunuh tanpa melawan".Makanya setiap pemuda yang berkeinginan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya tidak diperkenankan oleh orangtuanya sebelum dia mempelajari silat.
Fungsi dari silat ini adalah untuk menjaga diri.Ada sebuah ungkapan yang menyatakan "Bukan orang Bajo yang meninggal dibunuh tanpa melawan".Makanya setiap pemuda yang berkeinginan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya tidak diperkenankan oleh orangtuanya sebelum dia mempelajari silat.
B.
PANDUAN SILAT
Silat bagi Suku bajo berlandaskan pada akidah dan syariah.Maksudnya bagi siapa yang ingin mempelajari ilmu silat harus terlebih dahulu membetulkan tata cara sholat yang baik.Karena ilmu silat ini ada kaitannya dengan gerak-gerik sholat.
Ada beberapa syarat-syarat yang perlu diperhatikan yakni
1. Menyediakan pengeras seperti kain putih
2. Tidak boleh meninggalkan sembahyang.
3. Melakukan gerak silat membuka atau menutup gelanggang setiap kali memula atau menamatkan latihan silat.
4.Guru memainkan peranan penting di dalam menyampaikan sesuatu ilmu bagi menjamin kesahihan dan kesempurnaan ilmu tersebut. Di dalam ilmu persilatan, guru adalah lambang kesempurnaan.
5. Berikrar untuk tidak menggunakan silat dalam urusan yang tidak bermanfaat.
Silat bagi Suku bajo berlandaskan pada akidah dan syariah.Maksudnya bagi siapa yang ingin mempelajari ilmu silat harus terlebih dahulu membetulkan tata cara sholat yang baik.Karena ilmu silat ini ada kaitannya dengan gerak-gerik sholat.
Ada beberapa syarat-syarat yang perlu diperhatikan yakni
1. Menyediakan pengeras seperti kain putih
2. Tidak boleh meninggalkan sembahyang.
3. Melakukan gerak silat membuka atau menutup gelanggang setiap kali memula atau menamatkan latihan silat.
4.Guru memainkan peranan penting di dalam menyampaikan sesuatu ilmu bagi menjamin kesahihan dan kesempurnaan ilmu tersebut. Di dalam ilmu persilatan, guru adalah lambang kesempurnaan.
5. Berikrar untuk tidak menggunakan silat dalam urusan yang tidak bermanfaat.
2.8
SISTEM PENGETAHUAN
Masyarakat
Bajo memiliki pengetahuan alamiah-kontekstual yang dibangun dari dan atas dasar
pengalaman alamiah-kontekstual sehari-hari. Hal ini bermanfaat dalam menjalani
kehidupan mereka sehari-hari sebagai nelayan. Beberapa pengetahuan itu, seperti
peredaran bulan, musim dan peristiwa pasang surut air laut, termasuk ilmu
perbintangan secara tradisional dan sistem penanggalan qamariah (yang dihitung
berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi) dan penanggalam syamsiah (yang
dihitung berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari).
Pengetahuan
masyarakat Bajo dilihat dari perspektif sosial/budaya antara lain direfleksikan
dalam sebuah pandangan yang sejalan dengan teori dan fenomena sosial dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu sama dan bagai. Selain itu, orang Bajo dapat
diidentifikasi dari bahasanya, yaitu baong sama (bahasa Bajo) yang dapat menyatukan
mereka dalam suatu komunitas besar masyarakat Bajo meskipun asal dan tempat
tinggalnya berbada-beda daerah.
Ada
tiga sumber utama nilai-nilai yang membentuk sistem kepercayaan dan nilai-nilai
transendental dalam masyarakat Bajo, yaitu ajaran-ajaran agama Islam, keyakinan
kepada keberadaan dan kekuatan leluhur atau makhluk gaib yang dapat
mendatangkan kebaikan/rezeki dan bencana/penyakit dan keyakinan kepada sanro
atau dukun yang dapat berdoa untuk kebaikan, menolong orang susah, menolak
bencana dan menyembuhkan penyakit.
Ada
dua analogi atau metafora sistem kehidupan masyarakat Bajo, khususnya
menyangkut hubungan antara sesama manusia serta hubungan antara manusia dengan
alam semesta dalam kerangka ruang dan waktu. Pertama, tubuh manusia sebagai
simbol masyarakat suku Bajo, dimana pimpinan mereka menempati posisi bagian
kepala. Kedua, masyarakat manusia sebagai suatu simbol dari “entire Badjao
moltitude”, termasuk realitas kehidupan dan kematian. Dalam perspektif analogi
yang kedua tersebut, Umboh merupakan pimpinan/kepala yang memiliki otoritas,
sebagai pusat koordinasi, dan kepala-leluhur. Dalam hubungan ini, tubuh manusia
menjadi cermin dari alam dan menjadi suatu medium dalam mana dan melaluinya
manusia mengorientasi dan mengorganisasikan kosmos. Rumah sebagai tempat
tinggal adalah sebuah kosmos kecil, menjadi meniatur kosmos yang lebih besar,
dan perbedaan rumah sebagai kosmos kecil mudah dikontrol dan diatur, sedangkan
alam semesta sebagai kosmos yang lebih besar tidak mudah dikontrol dan diatur
Orang Bajo memiliki bendera sendiri
yang disebut ula-ula yang dapat menjadi identitas komunitas dan diri mereka.
Pada ula-ula terdapat gambar manusia dengan kombinasi warna merah putih sebagai
simbol kehidupan masyarakat Bajo. Dalam masyarakat Bajo, tubuh manusia menjadi
wacana dari struktur suatu masyarakat dan merupakan suatu metafora untuk
memahami alam semesta dalam kerangka ruang dan waktu.
2.9 PERALATAN HIDUP
Alat-alat
tersebut selain untuk menangkap ikan juga digunakan untuk aktivitas
sehari-hari, misalnya sampan kaloko. Setelah datangnya era modernisasi alat
tangkap, alat-alat tersebut saat ini hanya tinggal cerita saja. Beberapa alat
tangkap yang terlacak adalah Timbalu, Sampan Kaloko, Bagu, dan Ngambai.
1. Timbalu
Ikan tuna atau yang dalam bahasa
Bajo disebut bangkunes, merupakan hasil laut yang sudah sejak lama menjadi
target nelayan Bajo. Dahulu, Suku Bajo menangkap ikan tuna menggunakan pancing
ulur. Bersama dengan pancing, digunakan alat bantu yang disebut dengan timbalu.
Timbalu adalah alat bantu nelayan dalam memancing ikan tuna. Konstruksi timbalu
berupa bambu yang dipasang melintang dan diikat kuat di atas sampan. Senar
dipasang pada bambu tersebut dengan jumlah antara 4-6 senar. Sedangkan pada
masing-masing senar dipasang mata kail dengan jumlah bervariasi, antara 2-4
buah mata kail. Saat menggunakan timbalu, sampan biasanya dalam posisi diam
atau dikayuh perlahan.
2. Sampan Kaloko
2. Sampan Kaloko
Sampan Kaloko merupakan alat utama
yang membantu dalam kehidupan sehari-hari Suku Bajo, mulai dari transportasi
hingga menangkap ikan. Sampan kecil tanpa layar dengan panjang tidak lebih dari
5 meter ini dahulu menjadi identitas Suku Bajo. Sampan ini lebih ramping dari
sampan yang banyak dijumpai pada masa kini. Sampan Kaloko digunakan Suku Bajo
untuk menangkap ikan cakalang dengan mengandalkan dayung dan kekuatan tangan
untuk mengejar kumpulan burung yang dipercaya sebagai tanda berkumpulnya ikan
cakalang. Konstruksi rumah Suku Bajo yang berada di “atas laut” dan tidak
adanya jembatan penghubung antar rumah pada masa itu membuat sampan ini
memiliki fungsi yang penting.
3. Bagu
3. Bagu
Bagu adalah tali pancing yang
terbuat dari serat pohon bagu. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pohon bagu
banyak terdapat di daerah Buton. Pohon ini tinggi menjulang dan kaya manfaat.
Kayunya bisa digunakan untuk bahan baku pembuatan rumah, daunnya bisa digunakan
untuk sayur mayur, dan seratnya bisa digunakan untuk tali pancing. Saat ini,
pohon ini sudah sangat langka dan sulit ditemukan.
4. Ngambai
4. Ngambai
Ngambai adalah istilah bahasa Bajo
untuk menggambarkan proses penangkapan ikan dengan sistem kerjasama menggunakan
jaring. Target penangkapan adalah semua jenis ikan. Sekelompok nelayan harus
dipecah dalam sistem ini, ada kelompok yang memasang jaring dan ada kelompok
yang menggiring ikan. Modernisasi ternyata memiliki pengaruh pada suatu
komunitas masyarakat. Salah satunya perubahan alat tangkap ikan yang yang ada
di Suku Bajo. Alat-alat tangkap yang diuraikan di atas saat ini hanya menjadi
cerita saja. Masuknya mesin membuat daya jelajah nelayan semakin luas, alat
tangkap yang semakin maju membuat ikan lebih mudah tertangkap sehingga mereka
meninggalkan alat-alat tangkap yang dianggap konvensional dan ketinggalan
jaman.
2.10 PERUBAHAN
Di
Kabupaten Bone, permukiman komunitas suku Bajo mulai berubah. Awalnya, mereka
banyak bermukim di laut, dan saat ini ada kecendrungan bergeser ke darat.
Kajian ini dilakukan untuk meninjau apakah perubahan tersebut terkait interaksi
dengan suku Bugis serta kemungkinan adanya perubahan bentuk hunian suku Bajo di
Kelurahan BajoE Kabupaten Bone. Beberapa landasan teori yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain teori Rapoport (2005), tentang culture, design and
architecture untuk mengkaji perubahan bentuk hunian suku Bajo ditinjau dari
sisi budaya. Teori transformasi kebudayaan oleh Kleden (1987), dapat
mempertegas adanya akulturasi kebudayaan dalam lingkungan permukiman suku Bajo.
Teori Turner (1972), tentang keberadaan rumah yang merupakan suatu proses, bisa
diterjemahkan pada permukiman suku Bajo terkait dengan adanya perubahan bentuk
hunian. Dan beberapa landasan teoritik lainnya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif secara bersama-sama.
Metode ini dipakai karena kemungkinan ada data yang hanya didapat dari
sekelompok orang yakni tentang persepsi, nilai-nilai budaya dan adat istiadat.
Sementara data lainnya bisa melalui kuisioner pada sejumlah sampel yang
dipilih. Adapun analisis yang digunakan adalah deskripsi pada data-data
kualitatif dengan menyusun, mengelompokkan dan mengaitkannya menjadi sebuah
uraian. Hasil analisa ini kemudian dirangkai dan dievaluasi untuk menemukan
makna dan memberikan tanggapan atas temuan yang diperoleh yaitu perubahan
bentuk hunian suku Bajo akibat adanya interaksi dengan suku Bugis di Kabupaten
Bone. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni ingin mengetahui
perubahan bentuk hunian suku Bajo akibat pengaruh interaksi dengan suku Bugis.
Selain itu, penelitian ini bertujuan ingin mengetahui wujud akulturasi budaya
yang terjadi di permukiman suku Bajo. Hasil yang telah dicapai dalam penelitian
ini adalah teridetifikasinya perubahan bentuk hunian suku Bajo akibat pengaruh
interaksi dengan suku Bugis di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bajo berasal dari nama seorang
leluhur mereka. Yang sangat hebat dalam melaut, dan hebat juga dalam bercocok
tanam. Kemudian kampung Karang Bajo adalah nama wilayah keturunan dari Bajo.
Suku
Bajoe lahir dan hidup di laut. Mereka memiliki ketangguhan untuk mengarungi
lautan sebagai bagian dari sejarah dan jati dirinya.
Suku Bajo (Bajau) tersebar di
beberapa daerah di Sulawesi Tenggara, selain di pulau Kabaena populasi suku
Bajo terdapat juga di pulau Wakatobi.
Mata pencaharian utama suku Bajoe
adalah mencari ikan dengan cara yang masih terbilang tradisional, seperti
memancing, memanah, dan menjaring ikan
Pada awalnya, Suku Bajo memeluk
kepercayaan animisme dan agama Hindu. Namun seiring ajaran agama Islam masuk
yang dibawa oleh Sunan Prapen (cucu Sunan Giri), banyak masyarakat Bajo
berpindah agama.
Masyarakat Bajo memiliki pengetahuan
alamiah-kontekstual yang dibangun dari dan atas dasar pengalaman
alamiah-kontekstual sehari-hari.
3.2 SARAN
Makalah
ini dibuat sebagai bahan belajar pembaca khususnya mahasiswa dan memperluas
wawasan mengenai masyarakat suku bajo, oleh karena itu sebaiknya makalah ini
digunakan sebagaimana fungsi seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://protomalayans.blogspot.com/2012/11/suku-bajo-kabaena-sulawesi_15.html
http://ahmilanakwajo.blogspot.com/2010/03/jenis-perkawinan-suku-bajo.html
http://dimasadityo.wordpress.com/2008/08/20/suku-bajo-dan-%E2%80%9Cno-go-area%E2%80%9D/
Aslan, La Ode Muhamad dan Nadia, La Ode Abdul Rajak. 2009. Potret Masyarakat
Pesisir Sulawesi Tenggara. Kendari : Unhalu Press.
http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)