Sabtu, 11 Januari 2014
Tinjauan Yuridis Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan
Pembunuhan merupakan kejahatan
yang termasuk dalam pelanggaran HAM berat atau genosida. genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisikatau mental yang berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan
kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya;
melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa
anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.[1]
Pembunuhan secara terminologi
berarti perkara membunuh, atau perbuatan membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP
pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain. Tindak pidana
pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai
dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak
dikehendaki oleh Undang-undang. Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang
kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab
XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350. Bentuk
kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain ini dapat berupa sengaja
(dolus) dan tidak sengaja (alpa). Kesengajaan adalah suatu perbuatan
yang dapat terjadi dengan direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan.
Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya niat yang diwujudkan
melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai.
Hukuman pembunuhan sengaja dalam
KUHP berfariasi berdasarkan pada unsur apakah pembunuhan itu telah direncanakan
lebih dahulu, atau pembunuhan itu karena atas permintaan korban atau karena
ketakutan terhadap suatu keadaan yang menimpa diri pelaku.
Dari berapa jenis pembunuhan
sengaja tersebut, yang dikenakan hukuman berdasarkan pasal 340, 341, 342, 344
dan 346 KUHP yaitu hukuman mati hukuman penjara seumur
hidup atau hukuman penjara dua puluh tahun
sampai hukuaman penjara empat tahun. Berat
ringanya hukuman pidana pembunuhan dari pasal-pasal tersebut tergantung pada
latar belakang (motif) pelaku pidana pembunuhan. Tidak semua pembunuhan sengaja
dikenakan hukuman mati atau seumur hidup. Hukuman mati dijatuhan hanya atas
tindak pidana pembunuhan karena rencnakan terlebih dahulu dan dilakukan secara
sistimatis, kemudian Hukuman pembunuhan semi sengaja (kesengajaan keinsyafan
kepastian).
Hukuman
pembunuhan kesengajaan keinsyafan kepastian dikenakan pada pelaku pidana
penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk melukai
korban, dan menyadari bahwa dari perbuatan penganiayaannya itu bisa dapat
mengakibatkian kematian. Hukuman atas pelaku pidana pembunuhan
akibat penganiayaan yang direncakan lebih dahulu diancam pidana penjara paling
lama sembilan tahun (Pasal 353 KUHP), penganiayaan berat hukuman
penjara paling lama sepuluh tahun (Pasal 354 KUHP), dan penganiyaan berat yang
direncanakan terlebih dahuluh yang mengakibatkan kematian diacam pidana penjara
paling lama lima belas tahun (Pasal 355 KUHP).
Serta
Pembunuhan tidak sengaja (kesengajaan keinsyafan kemungkinan). Hukuman
pembunuhan kesengajaan keinsyafan kemungkinan dikenakan atas pelaku pidana
pembunuhan karena kesalahan, kelalaian atau kealpaan. Seperti pengendara
mobil atau motor menabrak orang di lalu lintgas jalan raya. Pengendara tidak
dikenakan unsur kesengjaan tetapi dekenakan unsur kelalaian. Hukuma bagi pelaku
pidana pembunuhan karena unsur kesalahan atau kelalaian atau kealpaan dikenakan
ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurangan paling
lama satu tahun (Pasal 359 KUHP).
Kecenderungan Pelanggaran HAM dalam Pandangan Hukum
Hak asasi manusia merupakan terjemahan dari Human Rights (inggris) atau Droit de I Thomme (prancis) atau Menselijke Rechten (belanda) yaitu
artinya hak asasi manusia.Indonesia menggunakan istilah hak asasi atau hak
dasar manusia. Kemudian hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam
kehidupan masyarakat. [1] .Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.[1] Miriam Budiarjo (1989:120) Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia yang secara kodratnya melekat pada diri manusia sejak manusia dalam kandungan yang membuat manusia sadar akan jatidirinya dan membuat manusia hidup bahagia. Setiap manusia dalam kenyataannyalahir dan hidup di masyarakat. Dalam perkembangan sejarah tampak bahwa Hak Asasi Manusia memperoleh maknanya dan berkembang setelah kehidupan masyarakat makin berkembang khususnya setelah terbentuk Negara. Kenyataan tersebut mengakibatkan munculnya kesadaran akan perlunya Hak Asasi Manusia dipertahankan terhadap bahaya-bahaya yng timbul akibat adanya Negara, apabila memang pengembangan diri dan kebahagiaan manusia menjadi tujuan.Berdasarkan penelitian hak manusia itu tumbuh dan berkembang pada waktu Hak Asasi Manusia itu oleh manusia mulai diperhatikan terhadap serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh Negara. Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan kewajiban dasar manusia. Hak secara kodrati melekat dan tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena tanpanya manusia kehilangan harkat dan kemanusiaan. Oleh karena itu, Republik Indonesia termasuk pemerintah Republik Indonesia berkewajiban secara hokum, politik, ekonomi, social dan moral untuk melindungi, memajukan dan mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia. Macam-Macam Hak Asasi Manusia adalah Hak asasi pribadi / personal Right antara lain Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat, Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapan, Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan, Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing Kedua Hak asasi politik / Political Right antara lain Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan, Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan, Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya, danHak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi. Ketiga Hak azasi hukum / Legal Equality Right diantaranya Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns, dan Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum. Keempat Hak azasi Ekonomi / Property Rigths antara lain Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli, Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak, Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll, Hak kebebasan untuk memiliki susuatu dan Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kelima Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights antara lain Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan dan Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum. Keenam Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right antara lain Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan, Hak mendapatkan pengajaran dan Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Adapun dasar dari semua hak asasi ialah bahwa
manusia harus memperoleh kesemparan untuk berkembang sesuai dengan bakar dan
cita-citanya. Hak Asasi Manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Oleh karena hak
asasi manusia merupakan hak dasar yang secara otomatis didapat oleh seseorang
sedari ia terlahir di dunia , maka hak ini bisa dikatakan tidak dapat diganggu
gugat dan dilanggar. karena pada dasarnya semua orang yang hidup memang berhak
memilikinya dan orang lain tidak dapat melanggarnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang dalam hal ini tercantum pada pasal 27 sampai dengan 34
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara terkadang ditemukan fakta-fakta atau kejadian yang
menunjukkan adanya kecenderungan pelanggaran hak asasi manusia. Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang
masih banyak yang belum terselesaikan dan tuntas sehingga diharapkan
perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang melibatkan tokoh penegakkan hak asasi
manusia juga telah mengundang kontrofersi masyarakat Indonesia. Kecenderungan
pelanggaran hak asasi manusia terjadi bukan hanya dikarenakan adanya kesempatan
namun ada faktor tertentu yang mendukung
kecenderungan hal ini bisa terjadi. Oleh karena itu sebagai warga negara yang
baik kita seharusnya menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa
membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Makalah ini akan memperdalam pengetahuan kita tentang HAM dan kaitan antara HAM
dan Negara Hukum. Hukum dan HAM
merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah
peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. Hukum dan HAM juga dapat dimaknai
sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat
kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan hukumlah yang
terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan. Konsepsi hukum dan HAM
dapat dilacak secara teologis berupa relativitas manusia dan kemutlakan Tuhan.
Konsekuensinya, tidak ada manusia yang dianggap menempati posisi lebih tinggi,
karena hanya satu yang mutlak dan merupakan prima facie, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Semua manusia memiliki
potensi untuk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak
dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua
pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikiran yang
mengklaim sebagai benar secara mutlak, dan yang lain berarti salah secara
mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan kemanusiaan dan ketuhanan.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.[1] Miriam Budiarjo (1989:120) Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia yang secara kodratnya melekat pada diri manusia sejak manusia dalam kandungan yang membuat manusia sadar akan jatidirinya dan membuat manusia hidup bahagia. Setiap manusia dalam kenyataannyalahir dan hidup di masyarakat. Dalam perkembangan sejarah tampak bahwa Hak Asasi Manusia memperoleh maknanya dan berkembang setelah kehidupan masyarakat makin berkembang khususnya setelah terbentuk Negara. Kenyataan tersebut mengakibatkan munculnya kesadaran akan perlunya Hak Asasi Manusia dipertahankan terhadap bahaya-bahaya yng timbul akibat adanya Negara, apabila memang pengembangan diri dan kebahagiaan manusia menjadi tujuan.Berdasarkan penelitian hak manusia itu tumbuh dan berkembang pada waktu Hak Asasi Manusia itu oleh manusia mulai diperhatikan terhadap serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh Negara. Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan kewajiban dasar manusia. Hak secara kodrati melekat dan tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena tanpanya manusia kehilangan harkat dan kemanusiaan. Oleh karena itu, Republik Indonesia termasuk pemerintah Republik Indonesia berkewajiban secara hokum, politik, ekonomi, social dan moral untuk melindungi, memajukan dan mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia. Macam-Macam Hak Asasi Manusia adalah Hak asasi pribadi / personal Right antara lain Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat, Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapan, Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan, Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing Kedua Hak asasi politik / Political Right antara lain Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan, Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan, Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya, danHak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi. Ketiga Hak azasi hukum / Legal Equality Right diantaranya Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns, dan Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum. Keempat Hak azasi Ekonomi / Property Rigths antara lain Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli, Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak, Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll, Hak kebebasan untuk memiliki susuatu dan Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kelima Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights antara lain Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan dan Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum. Keenam Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right antara lain Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan, Hak mendapatkan pengajaran dan Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Rabu, 08 Januari 2014
Pembangunan Nasional
DEFINISI
PEMBANGUNAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Pembangunan adalah
sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan
terencana. (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan
(development)
adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik,
ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan
budaya (Alexander 1994).
Pembangunan
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses
perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Portes (1976)
Pembangunan nasional adalah usaha peningkatan kualitas
manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan
perkembangan global.
Pembangunan nasional menurut ahli :
Pembangunan nasional dapat diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. (Menurut Deddy T. Tikson (2005)
Multikulturalisme Indonesia (Pendidikan Multikultur)
NAMA :
EVI MERIANI
NPM :
1113032020
KELAS :
GENAP / B
PS :
PPKn FKIP UNILA
DASAR EPISTEMOLOGI
PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL
Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya akan
keragaman budaya, ras, dan bahasa. Negara ini memiliki segudang kekayaan alam maupun
keindahan kehidupannya yang berbudaya dan multikultural. Untuk itulah
pendidikannya harus disesuaikan dengan keadaan bangsa Indonesia yang sangat
beragam ini. Kebijakan yang diambil mengenai pendikannya haruslah sesuai dengan
tujuan pendidikan yang sebenarnya untuk menciptakan sumber daya manusia yang
kompeten, berakhlak mulia, serta mampu bersosialisasi dalam kehidupan nyata,
dan menciptakan kehidupan bermasyarakat yang rukun, toleransi, saling
menghargai, dan saling menghormati satu sama lain.
Banyak faktor yang mempengaruhi Indonesia sebagai negara
yang multikultur, diantaranya adalah faktor geografis. Apabila dilihat secara
geografisnya Indonesia berada di jalur persilangan transportasi laut yang ramai
dan strategis. Karenanya banyak bangsa-bangsa pedagang singgah ke Indonesia
sekadar untuk berdagang. Bangsa-bangsa tersebut seperti Arab, India, Portugis,
Spanyol, Inggris, Jepang, Korea, Cina, Belanda, Jerman, dan lain-lain. Kesemua
bangsa tersebut mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Persinggahan ini
mengakibatkan masuknya unsur budaya tertentu ke negara Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari masuknya bahasa Inggris, bahasa Belanda, agama Islam, Nasrani,
Hindu, dan Buddha. Kedua, faktor bentuk fisik Indonesia. Berdasarkan struktur
geologisnya, Indonesia terletak pada bagian dimana terdapat pertemuan antara
tiga lempeng benua. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang terdiri
dari ribuan pulau. Masing-masing pulau memiliki ciri fisik masing-masing yang
tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Dengan begitu masing-masing daerah
memiliki perkembangan yang berbeda-beda pula. Ketiga faktor Faktor Sejarah
Indonesia. Di mata dunia, Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur. Segala
sesuatu yang diperlukan semua bangsa tumbuh di Indonesia. Misalnya, palawija
dan rempahrempah. Oleh karena itu, Indonesia menjadi negeri incaran bagi bangsa
lain. Sejak tahun 1605 bangsa Indonesia telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa
lain yaitu Portugis, Belanda, Inggris, Cina, India, dan Arab. Kesemua bangsa
tersebut datang dengan maksud dan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, mereka
tinggal dan menetap dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini menjadikan
Indonesia memiliki struktur ras dan budaya yang makin beragam.
Untuk itu, dalam dunia pendidikan pendidikan
multikultural menjadi salah satu cara untuk meluruskan cara pandang bahwasanya
kita sebagai individu merupakan milik suatu kelompok, nasional, agama, budaya
dan etnik. Tetapi terlepas dari itu kita juga haruslah menyadari bahwasanya
kita memiliki satu tujuan pokok, atau bisa dikatakan memiliki kesamaan tujuan
yakni menciptakan kehidupan yang rukun, saling menghargai dan saling
menghormati satu sama lain sebagai individu milik sebuah bangsa yaitu bangsa
Indonesia. Dalam sebuah sekolah misalnya, pastilah terdapat berbagai macam suku
bangsa, agama, budaya dan etnik serta ras yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
pertanyaannya adalah bagaimana menciptakan kehidupan yang selaras dan
menjunjung persatuan dengan berbagai perbedaan yang ada ini?
Tentu salah satu jawabannya yang dapat dijadikan cara
mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan adanya pendidikan multikultural. Pada
dasarnya, akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan
yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam
konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu
ideologi yang disebut multikulturalisme, menurut Parsudi Suparlan (2002). Multikulturalisme
adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan
pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung
keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia.
Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di
antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang
multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung
dalam memperjuangkan ideologi ini. Multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang
mengagungkan perbedaaan budaya atau sebuah keyakinan yang mengakui dan
mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi
perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam
masyarakat yang multikultural.
Andersen dan Custer (1994) mengatakan bahwa pendidikan
multikultural adalah pedidikan mengenai keragaman budaya. Sedangkan Musa Asy’ari juga menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Pendapat lain yang datangnya dari Prudence
Crandall mengatakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang
memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik
dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya
(kultur).
Pendidikan multikultur ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman mengenai multikulturalisme dan bagaimana sepatutnya seseorang atau
individu sebagai pemilik suatu agama, budaya dan etnik tertentu bisa menempatkan
dirinya sebagai individu yang tidak hanya hidup sendiri tetapi hidup bersama
dengan individu lain yang berasal dari latar belakang yang berbeda dari
dirinya.
Paradigma pendidikan multikultur sangatlah cocok untuk
dikembangkan di Indonesia, karena pendidikan multikultur sangat relevan untuk
diterapkan di negara yang multikultural seperti Indonesia. Hal inilah yang
mendasari adanya pendidikan karakter yang bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai perilaku atau karakter belajar yang
meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Mahaesa, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Insan kamil adalah
insan sempurna sebagai manusia yang bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungan
masyarakat, bangsa, dan agamanya di tengah keragaman kehidupan. Karena input
pendidikan yang beragam haruslah kita terima sebagai sesuatu yang wajar
mengingat indonesia adalah bangsa yang plural. sebaliknya otuput pendidikan
haruslah ideal dengan cara membentuk tujuan bersama.
Masyarakat
dan kebudayaannya pada dasarnya merupakan tayangan besar dari kehidupan
bersama antara individu-individu manusia yang bersifat dinamis. Pada masyarakat
yang kompleks memiliki banyak kebudayaan dengan standar perilaku yang berbeda
dan kadangkala bertentangan, perkembangan kepribadian individu pada masyarakat ini
sering dihadapkan pada model-model perilaku yang suatu saat diimbali sedang
saat yang lain disetujui oleh beberapa kelompok namun dicela atau dikutuk oleh
kelompok lainnya, dengan demikian seorang anak yang sedang berkembang akan
belajar dari kondisi yang ada, sehingga perkembangan kepribadian anak dalam
masyarakat majemuk menunjukkan bahwa pola asuh dalam keluarga lebih berperan
karena pengalaman yang dominan akan membentuk kepribadian, satu hal yang perlu
dipahami bahwa pengalaman seseorang tidak hanya sekedar bertambah dalam proses
pembentukan kepribadian, namun terintegrasi dengan pengalaman sebelumnya,
karena pada dasarnya kepribadian yang memberikan corak khas pada perilaku dan
pola penyesuaian diri, tidak dibangun dengan menyusun suatu peristiwa atas
peristiwa lain , karena arti dan pengaruh suatu pengalaman tergantung pada
pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya. Masalah yang biasanya dihadapi oleh
masyarakat majemuk adalah adanya persentuhan dan saling hubungan
antara kebudayaan suku bangsa dengan kebudayaan umum lokal, dan dengan
kebudayaan nasional
Bagaimana pembelajaran multukultural ini bisa menjadi
pembelajaran yang efektif adalah tergantung bagaimana proses penyampaian dan
pelaksanaan pembelajaran tersebut untuk dapat diterima dan dicerna serta dapat
diaplikasikan oleh peserta didik secara nyata dalam kehidupan sehari-sehari.
Metode pembelajaran yang efektif menjadi sangat berpengaruh dalam upaya
mewujudkan tujuan ini. Misalnya dengan metode-metode tertentu seperti siswa
bekerja secara kelompok atau belajara dengan suasana yang menyenangkan.
Sehingga tujuan pembelajaran akan menunjukkan hasil atau output sumber daya
manusia yang memiliki nilai-nilai karakter yang diharapkan. Pada dasarnya
metode pembelajaran yang aktif adalah metode pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai centre atau peran utama dalam proses pembelajaran. Gurur hanya
berperan sebagai fasilitator yang tidak boleh mendominasi proses pembelajaran
karena seharusnya siswalah yang lebih banyak berperan sehingga mereka dapat menemukan
informasi, dan menemukan pengetahuan itu sendiri.
Terkadang banyak sekali guru yang hanya menggunakan
metode ceramah dalam proses pembelajaran sehingga menciptakan suasana yang
monoton sehingga siswa justru merasa bosan dengan suasana belajarnya. Hal-hal
seperti inilah yang menghambat upaya peningkatan keberhasilan proses
pembelajaran dalam pendidikan multikultural. Walaupun dalam setiap pembelajaran
tidak lepas dari metode ceramah tetapi metode ceramah ini tidak boleh
mendominasi kegiatan pembelajaran itu sendiri. karena pendidikan multikultural
adalah pembeajaran yang menyangkut kehidupan sosial masyarakat maka prakteknya
akan berhubungan langsung dengan kehidupan sosial. Siswa akan diajarkan untuk
berfikir secara luas dan terbuka akan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda dengan
kebudayaan dimana mereka berasal dan bagaimana untuk dapat menerima serta
menghargainya.
Dalam pendidikan multikultural, siswa dipandang sebagai
seseorang atau individu milik suatu kelompok, nasional, agama, ras, budaya dan
etnik tertentu. Manusia
sebagai makhluk individu artinya manusia sebagai makhluk hidup atau makhluk
individu maksudnya tiap manusia berhak atas milik pribadinya sendiri dan bisa
disesuaikan dengan lingkungan sekitar. Manusia individu adalah subyek yang
mengalami kondisi manusia. Ini diikatkan dengan lingkungannya melalui indera
mereka dan dengan masyarakat melalui kepribadian mereka, jenis kelamin mereka
serta status sosial. Setiap individu yang memiliki agama, busaya dan etnik
tertentu pastilah memiliki cara pancang, pola berfikir dan perilaku yang khas
sesuai ciri tempatnya berasal karena telah dibentuk dengan kebudayaan atau
kebiasaan tempat asalnya menjadi manusia atau individu yang memiliki pola yang
sesuai daerahnya.
Dengan begitu akan terlihat
jelas dalam sebuah kelas yang isinya adalah individu-individu yang mengelompok
dalam satu kelompok tetapi memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Sebagai
contoh siswa yang berasal dari daerah pesisir pantai atau daerah pegunungan
pastilah memiliki pola yang khas sesuai ciri geografis tempat asalnya yang
berhubungan dengan pola tingkah lakunya. Misalnya volume suaranya dalam
berbicara sedikit lebih kencang dibandingkan dengan siswa yang berasal dari
pemukiman padat. Hal ini dikarenakan pola geografis sebuah daerah mempengaruhi
pembawaan karakter pada siswa.
Dari hal-hal yang seperti
inilah terlihat bahwa akan ada pola pemikiran, dan cara pandang yang sangat
beragam dari masing-masing individu yang akan bertemu dalam proses
pembelajaran. Begitupun dengan siswa sebagai individu milik agama. Dengan
adanya perbedaan agama maka aka nada pula jalan berfikir masing-masing yang
tidak serta merta dapat disatukan. Pada dasarnya semua ajaran agama adalah
kebaikan dan larangan untuk melakukan kejahatan. Oleh karena itu agama apapun
intinya adalah kebaikan. Mengenai perbedaan dalam agama, dalam masyarakat
multikultural seperti bangsa Indonesia haruslah memiliki rasa toleransi dan
saling menghargai untuk menjaga perstuan dan kesatuan serta keutuhan bangsa dan
negara.
Dalam pendidikan
multikultural akan diajarkan bagaimana seorang individu sebagai milik agama
harusnya bersikap dan bersosialisasi untuk hidup bersama secara harmonis antara
satu dengan yang lainnya. Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi di Indonesia
berkaitan dengan perbedaan agama. Contohnya perang antar desa yang berbeda
keyakinan. Hal seperti inilah yang akan merusak kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. Perbedaan agama tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk memecah
belah bangsa ini. Kekerasan, pelecehan, sangat tidak dibenarkan apalagi
mengatasnamakan agama dan agama dijadikan sebagai tameng belaka. Dalam
pendidikan multikultural, hal-hal semacam ini akan diantisipasi dengan adanya
pendidikan karakter yang akan membentuk karakter peserta didik menjadi yang
seharusnya. Begitupun indovidu sebagai milik suatu kelompok, etnis dan budaya.
Dalam
konteks membangun masyarakat multikultural, selain berperan meningkatkan mutu
bangsa agar dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa
lain, pendidikan juga berperan memberi perekat antara berbagai perbedaan di
antara komunitas kultural atau kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang
budaya berbeda-beda agar lebih meningkat komitmennya dalam berbangsa dan
bernegara. Jenis perekat yang dipakai ialah pembangunan karakter dan semangat
kebangsaan .
Dalam
hal ini, karakter kebangsaan merupakan pengembangan jati diri bangsa Indonesia
yang (pernah) dikenal sebagai bangsa yang ramah, sopan, toleran, dan
sebagainya. Sedangkan semangat kebangsaan adalah keinginan yang amat mendasar
dari setiap komponen masyarakat untuk berbangsa. Karakter dan semangat
kebangsaan seperti itu akan berkembang, baik secara natural maupun kultural,
menuju tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam
konteks semangat kebangsaan, bangsa itu adalah satu dan tidak
terpisah-pisahkan. Persatuan dan kesatuan merupakan konsekuensi logis
pengembangan jati diri dan keinginan mendasar untuk berbangsa. Dalam konteks
semangat kebangsaan, tiap komponen bangsa memiliki kedudukan, hak dan kewajiban
sama. Etnis Melayu memiliki kedudukan yang sama dengan etnis Cina dan
etnis-etnis lain; suku Aceh memiliki hak yang sama dengan suku Sunda dan
suku-suku lain; demikian pula pemeluk agama Islam mempunyai kewajiban yang sama
dengan pemeluk agama Katolik dan agama-agama lain dalam menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Semua komponen bangsa mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban
yang sama untuk mengembangkan bangsa.
Pendidikan dan masyarakat multikultural itu memiliki
hubungan yang bersifat timbal balik. artinya, kalau pada satu sisi pendidikan
memiliki peran yang signifikan untuk membangun masyarakat multikultural maka di
sisi yang lain masyarakat multikultural dengan segala karakternya itu memiliki
potensi yang signifikan untuk memberhasilkan fungsi dan peranan pendidikan pada
umumnya.
Hal itu berarti bahwa penguatan di satu sisi secara
langsung maupun tidak langsung akan memberikan penguatan pada sisi yang lain.
Penguatan terhadap pendidikan, misalnya dengan memperbaiki sistem, meningkatkan
efisiensi, mengefektifkan kegiatan belajar, dsb, akan menambah keberha-silan
dalam membangun masyarakat multikultural. Di sisi lain penguatan terhadap
masyarakat multikultural, yaitu dengan mengelola potensi yang dimilikinya
secara benar akan menambah keberhasilan fungsi dan peranan pendidikan pada
umumnya. Implikasinya, dilakukannya penguatan pada kedua sisi secara simultan
akan memberikan hasil yang optimal, baik dari sisi peranan pendidikan maupun sisi
pembangunan masyarakat multikultural.
Dalam epistemologi pendidikan multikultural, pada
dasarnya hal ini adalah mengenai bagaimana cara pandang pendidikan
multikultural terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. ilmu pengetahuan adalah
sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa
yang bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat
tentang sesuatu. Dengan kata lain, definisi kata ilmu yaitu sesuatu yang
didapat dari kegiatan membaca dan memahami benda-benda maupun peristiwa.
Pendidikan multikultural secara inhern sudah ada sejak bangsa Indonesia ini ada. Falsafah bangsa
Indonesia adalah bhineka tunggal ika, suka gotong royong, membantu, dan
menghargai antar satu dengan yang lainnya.betapa dapat dilihat dalam potret
kronologis bangsa ini yang sarat dengan masuknya berbagai suku bangsa asing dan
terus berakulturasi dengan masyarakat pribumi. Proses adaptasi dan akulturasi
yang berlangsung diantara suku-suku tersebut dengan etnis yang datang kemudian
itu, ternyata sebagianbesar dilakukan dengan damai tanpa adanya penindasan yang
berlebihan. Prosesinilah yang dikenal dengan pendidikan multikultural. Hanya
saja model pendidikan multikultural ini semakin tereduksi dengan adanya kolonialisasi
di bibidang ploitik, ekonomi, dan mulai merambah ke bidang budaya dan peradaban
bangsa.
Pendidikan multikultural memberikan secerah harapan dalam
mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Pendidikan
multikultural, adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai,
keyakinan, heterogenitas, pluralitas dan keragaman, apapun aspeknya dalam
masyarakat. Dengan demikian, pendidikan multikultural yang tidak menjadikan
semua manusia sebagai manusia yang bermodel sama, berkepribadian sama, berintelektual
sama, atau bahkan berkepercayaan yang sama pula.
Pendidikan multikultural menentang pendidikan yang
beroreintasi bisnis. Pada saat ini, lembaga pendidikan baik sekolah atau
perguruan tinggi berlomba-lomba menjadikan lembaga pendidikannya sebagai sebuah
institusi yang mampu menghasilkan income
yang besar. Dengan alasannya, untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada peserta didik. Padahal semua orang tahu, bahwa pendidikan yang
sebenarnya bagi bangsa Indonesia bukanlah pendidikan keterampilan belaka,
melainkan pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis kecerdasan.yang sering
dikenal dengan nama kecerdasan ganda.
Pendidikan multikultural sebagai resistensi fanatisme
yang mengarah pada berbagai jenis kekerasan. Kekersan muncul ketika saluran kedamaian
sudah tidak ada lagi. Kekerasan tersebut sebagai akibat dari akumulasinya
berbagai persoalan masyarakat yang tidak diselesaikan secara tuntas dan saling
menerima. Ketuntasan penyelesaian berbagai masalah masyarakat adalah prasyarat
bagi munculnya kedamaian. Fanatisme yang sempit juga bisa meyebabkan munculnya
kekerasan. Dan fanatisme ini juga berdimensi etnis, bahasa, suku, agama, atau
bahkan sistem pemikiran baik di bidang pendidikan, politik, hukum, ekonomi,
sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Dengan demikian Pendidikan
multikultural merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi
sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi
lain pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktifitas
pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian
terhadap orang-orang non eropa. (Ainurrafiq: 2003:24).
Sebelum membahas tentang epistemology pendidikan
multikultural, terlebih dahulu akan kita bahas mengenai pengertian epistemology
terlebih dahulu. Epistemologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme, yang berarti pengetahuan
(knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi menurut arti katanya,
epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuanEpistemologi
adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau
sah berlakunya pengetahuan itu. (Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal.
61).Epistemologi atau Filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat
yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai
filsafat pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan
kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat
pengetahuan.
Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek
material dari epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah
hakikat pengetahuan itu. Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat
dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh
setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca
indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Pengetahuan
didapati oleh manusia dengan berbagai tahap. Tidak serta merta ada begiru saja.
Setelah epistemology, maka selanjutnya adalah pengetahuan
atau ilmu pengetahuan. lmu
pengetahuan adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara
sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah
produk dari epistemologi. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu
banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Objektif. Ilmu harus memiliki objek
kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya,
tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau
mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga
disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek
penunjang penelitian.
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara
umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada
metode ilmiah. Sistematis. Dalam perjalanannya
mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu
sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah
kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua
segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat.
Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan
manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu
sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Pengetahuan manusia dimulai dari rasa ingin tahu manusia
itu sendiri. Rasa ingin tahu ini sudah dimiliki manusia sejak kecil. Banyak
cara untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Anak yang belum dapat bertanya
senang mencoba-coba hal yang tidak diketahuinya. Sebagai contoh, anak kecil
senang memasukan barang-barang ke dalam mulutnya hanya untuk memuaskan rasa
ingin tahunya. Di tahap selanjutnya anak-anak akan banyak bertanya contohnya
“itu apa ?”, “ini bagaimana?” itu hal yang lumrah dilewati oleh manusia untuk
pengembangan diri. Rasa ingin tahu tersebut akan terpuaskan bila diperoleh
pengetahuan yang dia pertanyakan dengan hal yang benar. Pengetahuan dapat
diperoleh kebenarannya dari dua pendekatan, yaitu pendekatan non-ilmiah dan
ilmiah. Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni akal sehat,
intuisi, prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis.
Akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagian
konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep
merupakan kata yang dinyatakan abstrak dan dapat digeneralisasikan kepada
hal-hal yang khusus. Akal sehat ini dapat menunjukan hal yang benar, walaupun
disisi lainnya dapat pula menyesatkan. Kerlinger (1973, h. 3) . kedua
adalah intuisi yakni penilaian terhadap suatu pengetahuan yang cukup cepat dan
berjalan dengan sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat tanpa melalui proses
yang panjang tanpa disadari. Dalam pendekatan ini tidak terdapat hal yang
sistemik.
Ketiga adalah prasangka, yakni Pengetahuan yang dicapai
secara akal sehat biasanya diikuti dengan kepentingan orang yang melakukannya
kemudian membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi terlalu luas dan
menyebabkan akal sehat ini berubah menjadi sebuah prasangka. Dan yang terakhir
adalah penemuan coba-coba, yaitu Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan
ini tidak terkontrol dan tidak pasti. Diawali dengan usaha coba-coba atau dapat
dikatakan trial and error. Dilakukan dengan tidak kesengajaan yang
menghasilkan sebuah pengetahuan dan setiap cara pemecahan masalahnya tidak
selalu sama. Sebagai contoh seorang anak yang mencoba meraba-raba dinding
kemudian tidak sengaja menekan saklar lampu dan lampu itu menyala kemudian anak
tersebut terperangah akan hal yang ditemukannya. Dan anak tersebut pun
mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga ia mendapatkan jawaban yang pasti
akan hal tersebut.
Epistemologi memandang pendidikan sebagai ide, gagasan,
dan pemikiran yang berdasarkan kaidah tertentu secara metodologis dan
sistematis. Semakin ketat satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi
persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat tertinggi dalam sistem ilmu
pendidikan. Bahasan seperti itu dapat disebut sebagai ilmu pendidikan.
Apabila semakin toleran dan bebas satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi
persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat terendah, bahasan seperti ini
berhak disebut pengetahuan pendidikan.
Pandangan ilmu pengetahuan mengenai pengertian pendidikan
yaitu bahwa pengertian pendidikan bersifat terbatas. Pendidikan sebagai suatu
sistem ilmu pengetahuan membentang luas ide, gagasan, dan pemikiran manusia.
Akan tetapi, apabila kita kumpulkan dan ditarik sebuah pengertian umum maka
kita dapat menyimpulkan bahwa pada prinsipnya pendidikan adalah segala sesuatu
yang mengalami proses perubahan ke arah yang lebih baik dari proses sebelumnya.
Pengertian pendidikan nasional menurut Sunarya (1969)
adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh
falsafah hidup dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita
nasional bangsa tersebut. Sedangkam menurut Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, pengertian pendidikan nasional adalah suatu usaha
untuk membimbing warga Indonesia menjadi manusia yang berjiwa pancasila, yang
mempunyai kepribadian yang berdasarkan akan ketuhananan, berkesadaran
masyarakat, dan mampu membudayakan lingkungan sekitar dengan sebaik mungkin.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional
adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan,
pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pendidikan nasional mempunyai tujuan yang jelas yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya (manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), berbudi pekerti luhur,
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan, mempunyai kepribadian yang mantap dan
mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan negara. Berdasarkan tujuan
pendidikan nasional dilaksanakan proses pendidikan nasional, yaitu setiap lima
tahun sekali biasanya ditetapkan tujuan pendidikan nasional itu dalam ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dijelaskan dalam GBHN.
Untuk beberapa saat
lamanya, multikulturalisme adalah istilah yang samar. Di satu sisi, ada
keinginan yang jelas untuk mengatakan bahwa kebudayaan-kebudayaan lain adalah
baik atau setidaknya mengandung kebaikan sehingga kita dapat belajar dari
mereka. Terkadang kita menyadari, bahwa di masa lalu kita kerap memberikan
penilaian yang salah terhadap kebudayaan-kebudayaan lain, suatu penilaian yang
didasarkan pada informasi yang tidak akurat dan pemahaman yang kurang memadai.
Di sisi lain, ada pula keinginan untuk mengisolasi kebudayaan-kebudayaan lain
tersebut dalam penilaian negatif kita. Penilaian negatif ini muncul dari
pengalaman masa lampau dan juga sikap protektif terhadap pengaruh kebudayaan-kebudayaan
lain. Multikulturalisme adalah kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya
sebagai realitas fundamental dalam kehidupan bermasyarakat.
Kearifan itu akan muncul,
jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat
keadaan realitas yang plural sebagai satu kesatuan dalam kehidupan
bermasyarakat. Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara
etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur
(budaya) dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung
pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan
kebudayaannya masing-masing yang unik. Multikulturalisme adalah sebuah filosofi
terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari
berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama
dalam masyarakat modern.
Istilah multikultural juga
sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang
berbeda dalam suatu negara. Ada banyak ilmuwan dunia yang memberikan definisi
kultur dan sangat beragam, walaupun demikian ada beberapa titik kesamaan yang
mempertemukan keragaman definisi yang ada tersebut. Salah satunya dapat
dilakukan lewat pengidentifikasian karakteristiknya. Conrad P. Kottak menjelaskan
bahwa kultur memiliki beberapa karakter khusus, antara lain Kultur adalah
sesuatu yang general dan spesifik sekaligus, Kultur adalah sesuatu yang
dipelajari, Kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami, Kultur
adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi
individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat.
Dari karakteristik ini,
dapat dikembangkan pemahaman terhadap multikulturalisme, yaitu sebuah pemahaman
tentang kultur yang beragam. Dalam keragaman kultur ini meniscayakan pemahaman,
saling pengertian, toleransi dan sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang
damai dan sejahtera serta terhindar dari konflik berkepanjangan.
Multikulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus
dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Untuk memahami
multikulturalisme, dibutuhkan alternatif pemaknaan tentang ideologi. Pandangan
dua tokoh berikul ini yaitu Antonio Gramsci dan Michel Bahktin tampaknya
penting untuk dilihat. Menurut mereka, ideologi lebih merupakan masalah
“partisipasi” daripada dominasi atau manipulasi; dalam arti luas lebih
merupakan persoalan “pandangan dunia” daripada propaganda partisan. Intinya, multikulturalisme meyakini bahwa
ketika orang-orang hidup saling berdekatan, ada keharusan interaksi antara
kebudayaan-kebudayaan. Tak seorang pun dapat hidup terisolasi sepenuhnya. Yang
kita butuhkan untuk saling mengenal keragaman budaya nusantara dan mancanegara
adalah pendidikan.
Dengan demikian
multikulturalisme adalah sebuah konsep di mana sebuah komunitas dalam konteks
kebangsaan dapat mengetahui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik
ras, suku, etnis maupun agama. Ia merupakan konsep yang memberikan pemahaman
bahwa sebuah bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan
budaya-budaya yang beragam (multikultural). Dan bangsa yang multikultural
adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik atau budaya (ethnic and cultural
groups) yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip existensi
yang ditandai oleh kesediaan masing-masing kelompok untuk menghormati dan
menghargai budaya lain.
Strategi pendidikan multikultural, sejak lama telah
berkembang di Eropa, Amerika dan di negara-negara maju lainnya. Gagasan ini,
dengan demikian bukan merupakan hal baru. Strategi ini adalah pengembangan dari
studi interkultural dan multikulturalisme. Dalam perkembangannya, studi ini
menjadi sebuah studi khusus tentang pendidikan multikultural yang pada awalnya
bertujuan agar populasi mayoritas dapat bersikap toleran terhadap para imigran
baru. Studi ini juga memiliki tujuan politis sebagai alat kontrol sosial
penguasa terhadap warganya, agar kondisi negara aman dan stabil. Namun dalam
perkembangannya, tujuan politisi ini menipis dan bahkan hilang sama sekali,
karena “ruh” dan “ nafas” dari pendidikan multikultural ini adalah demokrasi,
humanisme, dan pluralisme yang anti terhadap adanya kontrol dan tekanan yang
membatasi dan menghilangkan kebebasan manusia. Selanjutnya, pendidikan
multikultural ini justru menjadi motor penggerak dalam menegakkan demokrasi,
humanisme dan pluralisme yang dilakukan melalui sekolah, kampus dan
institusi-institusi pendidikan lainnya. Sejarah kelam yang panjang yang dialami
negara-negara Eropa dan Amerika seperti kolonialisme, perang sipil di Amerika
dan Perang Dunia I dan II, sebenarnya juga menjadi landasan utama kenapa
pendidikan multikultural ini diaplikasikan di kedua benua besar tersebut.
Sebagaimana yang tertulis dalam sejarah, pada tahun 1415 hingga awal tahun
1900-an, negara-negara utama di Eropa, seperti Spanyol, Inggris, Portugis,
Prancis, dan Belanda, telah melakukan ekspansi dan penjajahan terhadap
negara-negara lain di Asia, Amerika, dan Afrika.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka keberadaan
pendidikan multikultural sangat diperlukan. Pendidikan multikultural adalah
strategi pendidikan yang diaplikasikan pada seluruh jenis mata pelajaran dengan
cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti
perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur
agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural
sekaligus juga untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis,
humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka. Tujuan awal pendidikan
multikultural yaitu membangun wacana pendidikan multikultural dikalangan guru,
dosen, ahli pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan
mahasiswa jurusan ilmu pendidikan maupun mahasiswa umum. Harapannya adalah
apabila mereka mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak
mereka tidak hanya mampu untuk membangun kecakapan dan keahlian siswa terhadap
mata pelajaran yang diajarkannya. Pendidikan multikultural mengusung pendekatan
dialogis untuk menanamkan kesadaran hidup bersama dalam keragaman dan
perbedaan.
Pendidikan ini dibangun atas spirit relasi kesetaraan dan
kesederajatan, saling percaya, saling memahami dan menghargai persamaan,
perbedaan dan keunikan dan interdependensi. Ini merupakan inovasi dan reformasi
yang integral dan komprehensif dalam muatan pendidikan agama, agama yang bebas
prasangka, rasisme, bias an stereotip. Pendidikan multikultural memberi
pengakuan akan pluralitas, sarana belajar untuk perjumpaan lintas batas dan
mentransformasi indoktrinasi menuju dialog. Kini inovasi pendidikan
multikultural memperoleh momentumnya. Secara umum, pendidikan multikultural
menegaskan mengenai perlunya pembelajaran tentang berbagai hal untuk masyarakat
yang beragam. Para pemikir pendidikan multikultural memandang penting untuk
memperhatikan faktor keragaman kelompok kultural dalam masyarakat yang perlu
dipelajari, ada pula yang memfokuskan pada tindakan sekolah, dan ada pula yang
fokus pada pandangan bahwa adanya antara teori dan praktik dalam pendidikan
multikultural.
Mengimplementasikan pendidikan
multikultural di sekolah mungkin saja akan mengalami hambatan atau kendala
dalam pelaksanaannya, namun pada akhirnya kenyataan bahwasanya Indonesia adalah
negara multikultural yang mau tidak mau harus disatukan dengan sejuta perbedaan
melalui pendidikan multikultural mungkin saja akan terhindar dari perpecahan.
Karena tujuan pendidikan ini sejatinya bukan saja untuk tujuan intelegensi
semata namun juga menyangkut pembentukan karakter bangsa sesuai dengan selogan
bangsa Indonesia yakni Bhineka Tunggal Ika.
DAFTAR PUSTAKA
Musa Asy’arie, (2004). Pendidikan
Multikultural dan Konflik Bangsa, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0409/03/opini/1246546
Langganan:
Postingan (Atom)